Apa Itu Fujur? Kenali Bahayanya dan Cara Mengatasinya!

Oase.id - Setiap manusia pada dasarnya diciptakan dengan dua potensi: kebaikan dan keburukan. Al-Qur’an menggambarkan hal ini dalam Surat Asy-Syams ayat 8–10, bahwa Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia dua jalan: fujur (kecenderungan pada keburukan) dan takwa (kecenderungan pada kebaikan). Siapa yang menyucikan jiwanya dengan takwa, dialah yang beruntung; dan siapa yang membiarkannya kotor oleh fujur, dialah yang merugi.
Apa sebenarnya fujur itu?
Secara bahasa, kata fujur berasal dari akar kata yang berarti “terbelah” atau “melebar”. Ulama bahasa Arab menjelaskan bahwa dosa yang disebut fujur bukan sekadar kesalahan kecil, melainkan maksiat yang merembes dan meluas—seperti bendungan yang bocor hingga airnya tak terbendung. Dalam istilah sehari-hari, fujur bisa dimaknai sebagai perilaku durhaka, ucapan keji, atau perbuatan yang menyalahi syariat secara terang-terangan.
Pandangan ulama tentang fujur
Para ulama klasik membedakan antara maksiat, fisq, dan fujur. Menurut Abu Hilāl al-‘Askarī, fisq adalah pelanggaran dengan dosa besar, sementara fujur adalah ketika seseorang terus-menerus larut dalam dosa, bahkan menjadikannya kebiasaan. Abu al-Makārim al-Khuwārizmī menggambarkannya sebagai “pintu maksiat yang terbuka lebar”.
Ibnu Taimiyyah menambahkan bahwa fujur merupakan tanda kebusukan hati, karena pelakunya tak lagi merasa malu berbuat dosa, bahkan berani menampakkannya. Itulah sebabnya dalam doa qunūt sering disebut, wa natruku man yafjuruk — “kami tinggalkan orang yang durhaka kepada-Mu”.
Fujur dalam kehidupan manusia
Ustaz Adi Hidayat pernah menjelaskan bahwa manusia diberi dua kecenderungan: takwa dan fujur. Potensi ini seperti benih yang ada dalam jiwa. Jika seseorang lebih banyak memberi “asupan” kebaikan—seperti ibadah, ilmu, dan amal salih—maka benih takwa akan tumbuh. Sebaliknya, bila yang dipupuk justru hawa nafsu, kebohongan, dan lingkungan buruk, maka fujur akan berkembang dan menyesatkan.
Namun, penting dipahami bahwa Allah tidak menciptakan fujur untuk menjatuhkan manusia. Adanya potensi ini justru menjadi pengingat, agar manusia sadar bahwa dirinya selalu diuji, dan supaya ia terdorong untuk memilih jalan takwa dengan lebih sadar.
Jalan keluar dari fujur
Fujur bukanlah vonis permanen. Seseorang bisa terjatuh ke dalamnya, tetapi pintu taubat selalu terbuka. Para ulama menekankan beberapa cara untuk mencegah atau keluar dari fujur: memperbanyak istighfar, menjaga diri dengan istiqamah, memilih lingkungan yang baik, serta senantiasa memperkuat iman dengan tilawah dan dzikir. Rasulullah ﷺ juga mengingatkan bahwa kebohongan membawa kepada fujur, dan fujur menyeret ke neraka—maka berhati-hatilah dari kebiasaan kecil yang bisa berkembang menjadi dosa besar.
Fujur adalah istilah penting dalam Islam yang menggambarkan kecenderungan manusia pada keburukan. Ia lebih dari sekadar maksiat biasa; fujur berarti larut dan tenggelam dalam dosa, hingga hati menjadi gelap dan berani menantang aturan Allah. Karena itu, memahami fujur tidak hanya membuat kita waspada terhadap bahaya kemaksiatan, tetapi juga mendorong kita untuk terus menyucikan jiwa dengan takwa.
Contoh-Contoh Fujur di Kehidupan Sehari-Hari
Untuk memudahkan, mari lihat beberapa gambaran nyata:
Kebiasaan Berbohong
Awalnya mungkin hanya berbohong kecil untuk menutupi kesalahan. Tapi lama-kelamaan, kebohongan menjadi kebiasaan. Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya kedustaan membawa kepada fujur, dan fujur membawa kepada neraka” (HR. Bukhari-Muslim).
Mengumbar Ucapan Keji
Saat seseorang terbiasa mengucapkan kata-kata kasar, menghina, atau merendahkan orang lain, itu tanda fujur telah tumbuh. Bukan sekadar dosa lisan, tetapi juga mencerminkan hati yang mulai keras.
Durhaka kepada Orang Tua
Menentang orang tua, melawan nasihat mereka, bahkan mempermalukan mereka di depan orang lain adalah bagian dari fujur. Karena ia melawan fitrah manusia untuk berbakti kepada orang tua.
Bangga dengan Dosa
Ini salah satu ciri paling jelas dari fujur. Misalnya, orang yang terang-terangan pamer minuman keras di media sosial, menganggap zina sebagai gaya hidup modern, atau meremehkan kewajiban shalat. Dosa bukan lagi disembunyikan, tapi dipertontonkan.
Lingkaran Maksiat yang Tak Putus
Ketika seseorang terbiasa berbuat zalim, menerima suap, atau menyalahgunakan jabatan, ia masuk ke dalam lingkaran fujur. Setiap dosa melahirkan dosa baru, dan semakin sulit keluar darinya.
Jalan Keluar dari Fujur
Meski terdengar berat, fujur bukanlah kondisi permanen. Allah membuka pintu taubat selebar-lebarnya. Langkah-langkah yang bisa dilakukan antara lain:
- Memperbanyak istighfar dan menyesali dosa.
- Memutus kebiasaan kecil yang bisa memicu fujur, seperti kebohongan dan kelalaian shalat.
- Menjaga lingkungan pergaulan yang baik.
- Memperkuat iman dengan membaca Al-Qur’an, dzikir, dan majelis ilmu.
Fujur bukan sekadar istilah dalam kitab tafsir. Ia nyata dalam kehidupan kita: dari kebiasaan berdusta, durhaka, hingga pamer dosa. Karena itu, memahami fujur adalah peringatan agar kita waspada, sekaligus pengingat bahwa jalan kembali kepada Allah selalu terbuka. Barangsiapa menyucikan jiwanya dengan takwa, dialah yang akan beruntung.
(ACF)