Upaya Penyelamatan Naskah Bersejarah Gaza dari Puing-Puing Kehancuran

N Zaid - Tradisi dan Budaya 23/11/2025
Foto: ABC
Foto: ABC

Oase.id - Di tengah puing-puing Masjid Agung Omari, arkeolog Hanin Al-Amassi perlahan membersihkan jelaga dan debu yang menempel pada lembaran naskah tua. Halaman yang rapuh itu merupakan bagian dari warisan intelektual Gaza yang berusia ratusan tahun.

Masjid Omari—salah satu situs tertua dan paling dihormati di Gaza—rata dengan tanah akibat serangan Israel, meninggalkan sedikit jejak dari pusat kegiatan keagamaan dan budaya yang pernah berdiri di kawasan Kota Tua Gaza.

Setelah bangunan bersejarah itu hancur, tim restorasi dari Kementerian Wakaf Gaza bergerak menyelamatkan manuskrip, buku langka, dan dokumen arsip yang terkubur di bawah reruntuhan. Beberapa di antaranya diperkirakan berusia hampir tujuh abad. Al-Amassi, yang memimpin proses pemulihan, menyebut koleksi tersebut mencakup berbagai bidang ilmu, mulai dari astrologi hingga sastra, lengkap dengan kaligrafi klasik yang indah.

Menurutnya, manuskrip yang ditemukan bukan sekadar dokumen, melainkan memori sejarah dan warisan budaya yang penting bagi generasi mendatang. Koleksi itu juga mencerminkan perkembangan keilmuan para ulama Gaza, seperti Syekh Othman al-Sabbah, Syekh Mohammad Bsesso, Syekh Nakhala, dan Alam al-Karam. Gaza yang merupakan salah satu kota tertua di Palestina menjadi persimpangan berbagai peradaban yang meninggalkan pengaruh mendalam pada tradisi lokal.

Perpustakaan Berusia Abad yang Hancur

Bagian barat Masjid Omari dahulu menjadi lokasi perpustakaan yang berdiri lebih dari 700 tahun lalu dan pernah tercatat sebagai perpustakaan terbesar ketiga di Palestina. Sebelum dihancurkan, perpustakaan itu menyimpan sekitar 20.000 koleksi, termasuk manuskrip Islam dari berbagai periode, dengan naskah tertua berasal dari tahun 1514. Salah satu karya yang paling bernilai adalah Sharh al-Ghawamid fi Ilm al-Faraid karya Badr al-Din al-Mardini, seorang ilmuwan yang dikenal karena kontribusinya pada bidang astronomi dan matematika.

Setelah serangan 7 Oktober, perpustakaan itu ditutup demi keamanan. Namun dua bulan kemudian, pada 8 Desember, serangan udara Israel menghancurkan masjid dan perpustakaannya. Al-Amassi mengatakan lokasi tersebut terkena serangan berat sedikitnya tiga kali sehingga tidak menyisakan apa pun selain puing-puing.

Pemulihan di Tengah Keterbatasan

Selama lebih dari 500 hari, sebagian besar koleksi perpustakaan terkubur di bawah reruntuhan. Ketika gencatan senjata mulai berlaku pada Oktober lalu, tim Al-Amassi memulai pencarian dan berhasil mengevakuasi 123 dari 228 manuskrip serta 78 lembar halaman yang terpisah. Di antara temuan tersebut, 36 manuskrip ditemukan dalam kondisi relatif utuh.

Sebagian besar karya berasal dari era Mamluk dan Utsmaniyah, yang berusia antara lima hingga tujuh abad. Proses konservasi dilakukan segera setelah evakuasi, mulai dari pembersihan jamur, penguatan kertas yang rapuh, hingga upaya mengembalikan bentuk fisiknya sedekat mungkin dengan kondisi sebelum perang. Banyak naskah menunjukkan kerusakan serius, termasuk akibat kelembapan, jamur, sobekan, hingga bekas hantaman langsung proyektil.

Kerusakan Warisan Budaya Gaza

Kementerian Wakaf Gaza mencatat, dari 1.244 masjid yang ada, sebanyak 1.109 bangunan hancur total atau rusak berat selama perang. Kerusakan ini disebut sebagai kehilangan terbesar dalam sejarah budaya dan keagamaan wilayah tersebut. Gereja Saint Porphyrius, tempat ibadah Ortodoks yang juga menjadi simbol sejarah Gaza, mengalami kerusakan serupa akibat serangan berulang.

Kehancuran warisan budaya itu juga dirasakan Jawdat Khoudari, pendiri museum pribadi Al-Mathaf yang kini rata dengan tanah. Ia mengatakan, prioritas warga Gaza saat ini bukan lagi artefak kuno, melainkan penyelamatan nyawa manusia. Otoritas kesehatan Palestina melaporkan lebih dari 69.000 warga tewas akibat serangan udara dan darat Israel, sepertiga di antaranya anak-anak.

Harapan dari Arsip Digital

Meski sebagian peninggalan tak lagi dapat diselamatkan, ada secercah harapan: sejak 2019 hingga sebelum serangan 7 Oktober 2023, tim Al-Amassi telah melakukan digitalisasi koleksi manuskrip Masjid Omari melalui kerja sama dengan British Library dan Hill Museum & Manuscript Library di Minnesota. Arsip digital itu kini dapat diakses peneliti di seluruh dunia, meski fisik naskahnya banyak yang hancur.

Namun Khoudari, yang kini berlindung di Kairo, mengakui hampir tak ada peluang untuk memulihkan artefak lain yang masih tersisa di Gaza. Ia mengatakan artefak kuno tidak dapat lagi dibandingkan dengan kondisi kemanusiaan yang memburuk di wilayah tersebut.

Evakuasi Artefak di Tengah Ancaman Bom

Pada September 2025, upaya penyelamatan warisan budaya Gaza kembali dilakukan ketika militer Israel mengeluarkan perintah evakuasi untuk gedung Al-Kawthar di Gaza City, tempat penyimpanan sebagian besar artefak. Tim dari École Biblique et Archéologique Française di Yerusalem mengevakuasi 180 meter persegi koleksi dalam misi rahasia demi menghindari risiko keselamatan.

Artefak yang dikumpulkan dari lima situs arkeologi utama, termasuk Biara Saint Hilarion yang masuk daftar Warisan Dunia UNESCO, kemudian dipindahkan menggunakan enam truk ke lokasi yang dirahasiakan. Pihak sekolah mengatakan Israel akhirnya mengizinkan evakuasi dengan merujuk pada Konvensi Den Haag 1954 tentang perlindungan warisan budaya saat perang.

Warisan yang Terancam Punah

Sebagian peninggalan berhasil diselamatkan, sebagian lain hilang untuk selamanya. Meski sejumlah artefak kini berada di tempat aman, masa depan warisan budaya Gaza masih belum pasti. Tanpa perlindungan, sebagian besar peninggalan sejarah yang tersisa terancam lenyap dari tanah yang telah dihuni selama ribuan tahun itu.(ABC)


(ACF)