Desa Sukareja, Sosialisasi Gerakan Siswa Peduli Sampah

Siti Mahmudah - Komunitas Anak Muda Sampah 19/08/2022
kegiatan sosialisasi gerakan ‘Silisapa’ (Siswa Peduli Sampah) batch 1 di SMP dan SMK Plus Al-Munawwaroh, Desa Sukareja, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Subang, Selasa (09/08/2022).
kegiatan sosialisasi gerakan ‘Silisapa’ (Siswa Peduli Sampah) batch 1 di SMP dan SMK Plus Al-Munawwaroh, Desa Sukareja, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Subang, Selasa (09/08/2022).

Oase.id - Persoalan sampah sudah menjadi masalah yang begitu serius di lingkungan manapun, baik di lingkungan sekolah, rumah, maupun tempat-tempat umum lainnya. Namun, masalah sampah di lingkungan sekolah cukup serius, karena bisa mengganggu aktivitas pembelajaran dan kenyamanan guru, murid dan pekerja lainnya di sekolah.

Sementara, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjelaskan, bahwa pada tahun 2019 tercatat jumlah timbunan sampah mencapai 67,8 juta ton per tahun. Sampah tersebut terdiri dari sampah organik dengan persentase sebesar 57 persen, sampah plastik 15 persen, sampah kertas 11 persen dan sampah lainnya 17 persen. Hal di atas, menjadi permasalahan dan perhatian kita bersama untuk diselesaikan.

Penggerak Lokal Tempat Pembuangan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) Desa Sukareja bersama Patriot Desa Jawa Barat dan Karang Taruna Desa Sukareja bisa dijadikan contoh. Mereka melaksanakan kegiatan sosialisasi gerakan ‘Silisapa’ (Siswa Peduli Sampah) batch 1 di SMP dan SMK Plus Al-Munawwaroh, Desa Sukareja, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Subang, Selasa (09/08/2022).

Gerakan Silisapa merupakan sebagai sarana edukasi untuk memberikan kesadaran terkait pengelolaan sampah kepada para siswa dan siswi di sekolah, khususnya di SMP dan SMK Al-Munawwaroh. Tidak hanya itu, Silisapa juga, ke depannya akan menjadi mitra sub-unit dari TPS 3R.

embed

Sistemnya, pengelola TPS 3R akan menjadi bank sampah dari sekolah tersebut. Bank sampah adalah konsep pengumpulan sampah kering yang dapat dipilah dan memiliki pengaturan layaknya perbankan, namun yang ditabung bukan uang, melainkan sampah.

Sampah tersebut nantinya ditabung oleh para siswa dan siswi, dan akan menjadi nasabah. Nasabah ini memiliki tabungan untuk menabung sampah yang dibayar dengan sampah seharga uang. Artinya, dari sampah bisa menjadi rupiah. Rupiah tersebut dapat digunakan untuk uang kas kelas.

Selanjutnya, bukan hanya sekadar menjadi sub-unit bank sampah, melainkan kolaborasi dengan guru seni budaya untuk mendaur ulang sampah plastik jajanan para siswa dan siswi, seperti bungkus tea jus, sedotan, minuman akua gelas, kertas dan lain sebagainya untuk membuat kerajinan seni kriya bernilai ekonomis dan ramah lingkungan.

Tujuannya adalah untuk mengurangi sampah limbah plastik yang dapat mencemari lingkungan, sebagai dekorasi atau pajangan di ruang kelas dan sebagai alternatif bisnis berkelanjutan yang memiliki dampak positif terhadap lingkungan.


(ACF)