Doa saat Akses Jalan Terputus karena Hujan Deras dan Banjir

Sobih AW Adnan - Doa Sehari-hari Bencana Banjir 02/01/2020
Ilustrasi jalan yang terputus akibat banjir/Antara/Reno Esnir
Ilustrasi jalan yang terputus akibat banjir/Antara/Reno Esnir

Oase.id- Sekali waktu Nabi Muhammad Saw menerima tamu seorang laki-laki yang mengadukan kerugian yang terimanya akibat bencana banjir.

Pria itu mengadu, "Wahai Rasulullah, harta benda kami telah rusak, jalan-jalan pun terputus. Mohonkan doa kepada Allah Swt."

Mendengar keluhan sahabatnya itu, Rasulullah Saw berdoa. Hujan pun berhenti dan baru turun kembali di pekan berikutnya.

Peristiwa serupa pun terulang. Seorang sahabat lainnya mengadu kembali kepada Rasulullah.

"Wahai Rasulullah, rumah-rumah telah roboh, akses jalan terputus, dan harta benda kami rusak."

Kemudian Nabi Muhammad Saw kembali berdoa;

Allahumma haawalaina wa laa 'alaina. Allahumma 'alal aakami wal jibaali, wazh zhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari.

Ya Allah, turunkan lah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turunkan lah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah, dan tempat tumbuhnya pepohonan.

Setelah Nabi rampung berdoa, awan-awan di langit menjauh dari Madinah. Mirip kain yang bergeser setelah ditarik. 

Bagaimana jika banjir terjadi di Jakarta? 

Ulama ahli hadis Indonesia KH Ali Mustafa Yaqub dalam Al-Thuruq Al-Shahihah fi Fahmi Al-Sunnah Al-Nabawiyyah menjelaskan, konteks dan redaksi doa hadis Nabi di atas disusun atas pertimbangan geografi Madinah yang lapang dan jarang pepohonan.

Madinah, tentu berbeda dengan Jakarta yang justru dikelilingi kota berdataran tinggi dan memiliki banyak pepohonan. Curah hujan besar yang diharap beralih di kota-kota tersebut bisa-bisa kian mengkhawatirkan. 

Imam Besar Masjid Istiqlal yang wafat pada 2016 itu pun menawarkan redaksi doa "Allahumma’ ‘ala al-bahr, laa ‘alainaa walaa hawaalaina. Ya Allah, turunkanlah hujan di laut, jangan di wilayahmu, juga jangan di wilayah sekitar kami".

Kiai Mustafa Ya'qub memandang penting memahami hadis tidak sebatas pada teks, akan tetapi juga menimbang konteks dan asbabul wurud (sebab-sebab diturunkannya hadis).

Sumber: Disarikan dari hadis Bukhari Nomor 961 dan keterangan dalam  Al-Waabil ash-Shayyib min al-Kalim at-Thayyib karangan Abu Abdullah Syamsuddin ibnul Qayyim Al-Jauziyyah. Serta sedikit penjelasan dalam Al-Thuruq Al-Shahihah fi Fahmi Al-Sunnah Al-Nabawiyyah (2016) karya Prof. Dr. KH Ali Mustafa Yaqub, MA


(SBH)