7 Langkah Menjaga Kesehatan Jiwa di Tengah Cobaan Wabah Korona

Muharini Aulia - Psikologi Remaja 21/03/2020
Photo by Muhammad Ruqiyaddin on Unsplash
Photo by Muhammad Ruqiyaddin on Unsplash

Oase.id- Kehadiran wabah yang ditimbulkan virus korona (Covid-19) telah mengantarkan kita pada pengalaman-pengalaman baru. Tak hanya itu, pengalaman tersebut juga disertai dengan kompleksitas emosi dan perubahan perilaku. 

Beberapa bulan yang lalu kita masih bisa menikmati kebebasan mobilisasi, kebebasan berinteraksi, dan kebebasan bernapas. Saat ini, kebebasan diganti dengan segala pembatasan. 

Para millenial dan Gen Z yang sebelumnya tergolong konsumtif, kini lebih berhati-hati dalam memilih pengeluaran. Sebagian besar dari kita tidak pernah membayangkan apalagi memprediksi akan berada pada fase ini dalam hidupnya. 

Sekarang, kita tidak punya pilihan selain menghadapi kenyataan penyebaran virus ini dan juga dampaknya baik secara ekonomi, sosial, dan tentunya psikologis.

Untuk menjaga kesehatan fisik, banyak upaya dikerapkan. Dari hal sesederhana sekadar mencuci tangan, makan makanan bergizi, hingga social distancing alias menjaga jarak satu dengan yang lainnya.

Akan tetapi, perlu diingat bahwa tubuh tidak berdiri sendiri. Di dalamnya terdapat sesuatu yang disebut dengan jiwa. Nah, terkait ini, ada kesehatan mental yang perlu dijaga juga. 

Sembari melakukan social distancing, yuk, jaga kesehatan mental kita dengan menerapkan  beberapa hal berikut; 

 

Tetap terhubung dengan kebahagiaan 

Upayakan untuk terus terkoneksi dengan sumber kebahagiaan kita (source of happiness) tanpa melanggar social distancing. 

Untuk bisa terkoneksi, pastikan terlebih dulu untuk mengetahui apa saja sumber kebahagiaan kita. Bisa jadi, kebahagiaan kita berasal dari keluarga, ibadah, pekerjaan, hobi, uji coba dan lain sebagainya.

Interaksi (bisa menggunakan media online) yang berkelanjutan dengan sumber kebahagiaan dapat menjadi alasan untuk tetap menikmati hidup dalam situasi ini. 

 

Baca: White Lies Alias Berbohong untuk Menyenangkan Orang Lain, Bolehkah?

 

Edukasi diri

Pahami situasi dengan mengedukasi diri dengan menggunakan informasi yang valid. 

Menghindari informasi mengenai virus korona atau pun dampaknya di berbagai sektor hanya akan membuat kita buta akan hal-hal yang dapat kita kontrol dan upayakan. Selain itu, tidak adanya pengetahuan dapat mendorong kita untuk mengembangkan pemikiran negatif tanpa adanya bukti dan batasan. 

Dengan mengedukasi diri, kita dapat memahami situasi secara komprehensif sehingga dapat mencegah pemikiran negatif yang berlebihan. 

 

Menerima

Belajar menerima situasi yang terjadi saat ini. Acceptance (penerimaan) merupakan variabel yang terbukti efektif untuk mengurangi tingkat stress yang kita rasakan. 

Kita perlu memahami bahwa ada hal-hal yang tidak bisa kita kontrol di dunia ini. Tapi bukan berarti penerimaan ini membuat kita tidak melakukan apa-apa. Penerimaan yang dimaksud berkaitan dengan situasi yang memang tidak bisa kita ubah atau berada di luar kontrol pribadi. 

 

Baca: Mengapa Tiktok Makin Digemari? Ini Alasan dan Dampaknya Secara Psikologis

 

Kita perlu belajar menerima bahwa pandemi ini memang sedang dan mungkin masih akan berlangsung dalam beberapa waktu ke depan. Dengan menerima, kita dapat memindahkan fokus perhatian dan energi dari kegiatan menolak dan meratapi pandemi ini, menuju kegiatan mencegah dan mengupayakan yang terbaik untuk kesehatan diri dan orang-orang di sekitar kita. 

 

Stay active and stop ruminating!

Dalam teori Behaviiral Activation, ruminating atau merenungi masalah terus menerus dapat menghambat upaya seseorang untuk mengaktivasi berbagai upaya positif yang hendak dilakukan. 

Jika terperangkap pada hal tersebut, kita jadi lebih terfokus pada masalah dan akhirnya hari-hari yang dilalui melulu diliputi oleh emosi negatif. 

Salah satu cara berhenti merenungi masalah adalah dengan mengaktivasi berbagai kegiatan positif yang dapat dilakukan dengan mudah. 

 

Mindfulness

Mindfulness adalah kunci dalam situasi ini. Berilah perhatian lebih besar pada kondisi psikologis diri kita sendiri. 

Berbagai informasi yang tidak menyenangkan, tentunya berpotensi menjadikan tekanan. Sebuah hal yang normal untuk merasa khawatir dan cemas, akan tetapi yang perlu diingat adalah kita tidak sendirian dalam menghadapi semua ini. 

Sadari dan terima apabila ada kecemasan atau kepanikan dalam diri kita. Jangan sungkan untuk menceritakan kecemasan tersebut pada significant others yang kita percayai. 

Apabila gejala kecemasan menjadi lebih berat hingga sangat mengganggu keseharian, kita dapat mencari bantuan dari ahli. 

 

Informasi seimbang 

Seimbangkan sifat informasi yang kita konsumsi. Jangan hanya menerima berita negatif saja. Upayakan untuk mencari dan menerima berita-berita baik yang valid. 

Ada baiknya kita juga terlibat memproduksi berita baik dengan menjadi pelaku dalam aktivitas positif. Informasi yang seimbang dapat membantu membingkai pikiran dan memyadari bahwa masih ada banyak kebaikan di dunia ini. 

 

Baca: Menyimpulkan Penyakit dari Internet alias Self-diagnosis, Bahayakah? 

 

Relaksasi

Pastikan memiliki waktu untuk relaksasi dalam satu hari. Karena, tubuh kita sudah cukup sensitif terhadap tekanan psikologis, begitupun  sebaliknya, saat merasa stres, biasanya ada reaksi fisik yang menyertai.  

Relaksasi pernapasan atau otot dapat membuat tubuh menjadi lebih rileks dan akhirnya juga memberi dampak positif pada psikologis. 

 

Rubrik ini diampu Psikolog Remaja Muharini Aulia (@auliyarini). Pertanyaan lebih lanjut bisa dilakukan dengan mengubungi redaksi Oase.id 


(SBH)