Umar bin Khattab: Wabah Adalah Takdir, dan Menghindarinya Juga Takdir

Sobih AW Adnan - Sahabat Nabi Muhammad 16/03/2020
Photo by Tomáš Malík from Pexels
Photo by Tomáš Malík from Pexels

Oase.id- Khalifah Umar bin Khattab dan pasukannya menuju Syam. Akan tetapi, misi yang hendak ditunaikannya itu tiba-tiba harus terjeda di wilayah Saragh, dekat perbatasan Hijaz.

Umar dan rombongan terhenti oleh seseorang bernama Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Komandan perang itu menginformasikan kepada khalifah bahwa kota yang akan ditujunya telah menjadi pusat wabah penyakit menular. 

 

Perdebatan

Setelah mendengar laporan Abu Ubaidah, Umar terdiam sejenak. Muncul keinginan di benaknya untuk menghentikan perjalanan dan kembali pulang. Akan tetapi, ia lebih memilih bermusyawarah. Lantas, dipanggillah para petinggi untuk dimintai pendapat.

Umar berkata, "Panggil para pendahulu kalangan Muhajirin!"

Mereka pun berdiskusi seru. Satu perwakilan Muhajirin berpendapat, " Apakah Anda akan keluar untuk urusan penting ini? Kami berpendapat, tidak selayaknya Anda pulang begitu saja."

Baca: Isolasi, Cara Nabi Memerangi Wabah dan Epidemi

 

Akan tetapi, rupanya kalangan Muhajirin pun tidak satu suara. Perwakilan lain mempertimbangkan, "Anda membawa rombongan besar, yang di sana juga terdapat para sahabat Rasulullah Muhammad Saw. Saya tidak sependapat jika Anda menghadapkan mereka pada wabah ini."

Umar merasa butuh masukan dan pertimbangan lain, ia berkata, "Panggil orang-orang Anshar!"

Setelah menghadap dan diajak berdiskusi, Khalifah Umar pun mendapatkan dua pendapat bertentangan, selayaknya silang debat kalangan Muhajirin.

"Panggil para pemimpin Quraisy yang turut hijrah sebelum penaklukan Mekah," perintah Umar, lagi.

Setelah datang dan diberikan waktu memaparkan saran, satu pemimpin Quraisy bilang, "Kami berpendapat, sebaiknya Anda pulang saja kembali bersama rombongan. Jangan menghadapkan mereka dengan wabah ini."

Akhirnya, dengan mantap Umar pun memutuskan untuk pulang, urung meneruskan perjalanan.

"Baiklah, besok pagi-pagi aku akan kembali. Karena itu, bersiap-siaplah," imbau Umar.

 

Dari satu takdir, ke takdir lain

Namun rupanya, keputusan Umar pun harus kembali mendapatkan pertentangan. Abu Ubaidah mengungkapkan ketidak-puasannya.

"Wahai Amirul Mukminin, apakah kita hendak lari dari takdir Allah?" kata Abu Ubaidah. 

Baca: Pernah Suatu Ketika, Cuma Nabi yang Tak Terserang Wabah

 

Mendengar pertanyaan Abu Ubaidah, Umar sedikit heran. Dia berkata, "Mengapa kau, Ubaidah? Ya, kita lari dari takdir Allah kepada takdir Allah yang lain."

Demi memberikan pencerahan untuk keputusan bulatnya, Umar menganalogikan, jika seseorang memiliki seekor unta lalu turun ke lembah yang mempunyai dua sisi. Yang satu subur, dan yang lain tandus. 

"Jika engkau menggembalakan untamu di tempat tandus adalah takdir Allah, maka Bukankah jika engkau mengembalakannya di tempat yang subur, berarti engkau menggembala dengan takdir Allah juga? Tegas Umar. 

Setelah Umar menejelaskan, datanglah Abdurrahman bin Auf menghadap. Dia berkata, "Aku mengerti masalah ini."

Abdurrahman pun mengabarkan bahwa ia pernah mendengar bahwa Rasulullah pernah bersabda;

"Jika kalian mendengar ada wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Dan apabila kalian berada di wilayah yang terkena wabah, janganlah kalian keluar dan lari darinya. (HR Bukhari dan Muslim)

 

Semua rombongan mengamini. Sesuai keputusan yang diambil Umar, mereka pun segera bersiap berbalik menempuh perjalanan pulang.

 

Sumber: Disarikan dari beberapa hadis di Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, serta kisah dari Qashash Al-Anbiya karya Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi Asy-Syafi'i atau masyhur disebut Imam Ibnu Katsir. 


(SBH)