Bolehkah Orang Buta Mengimami Salat Jemaah?

N Zaid - Salat 12/02/2024
Ilustrasi. Pixabay
Ilustrasi. Pixabay

Oase.id  - Agar tidak bingung, saat salat berjamaah, penunjukkan imam salat sepatutnya mengikuti petunjuk hadits berikut:

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang mengimami kaum adalah orang yang paling pandai membaca Al-Qur’an di antara mereka. Jika dalam bacaan mereka sama, maka yang paling banyak mengetahui tentang sunnah di antara mereka. Jika dalam sunnah mereka sama, maka yang paling dahulu berhijrah di antara mereka. Jika dalam hijrah mereka sama, maka yang paling dahulu masuk Islam di antara mereka.” Dalam suatu riwayat disebutkan, “Yang paling tua.”—“Dan janganlah seseorang mengimami orang lain di tempat kekuasaannya dan janganlah ia duduk di rumahnya di tempat kehormatannya kecuali dengan seizinnya.” (Diriwayatkan oleh Muslim) [HR. Muslim, no. 673]

Kemudian bagaimana bila yang mengimami adalah orang buta?

Jawabannya tidak masalah berdasarkan dalil hadits berikut:

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Ibnu Ummi Maktum (Ibnu Ummi Maktum adalah ‘Abdullah bin Ummi Maktum. Ia adalah seorang yang buta) untuk menggantikan beliau mengimami orang-orang, padahal ia seorang buta. (HR. Ahmad dan Abu Daud) [HR. Abu Daud, no. 595; Ahmad, 19:349, 20:307. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan dalam Minhah Al-‘Allam, 3:443 mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan].

Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal dalam tulisannya, mengungkap bahwa sebagian ulama berpandangan bahwa imam yang buta lebih utama daripada imam yang bisa melihat karena ia lebih khusyuk. Orang yang bisa melihat hatinya kurang khusyuk karena sering memandang sesuatu yang bisa ia lihat. 

Sebaliknya, sebagian ulama berpandangan bahwa yang lebih utama adalah imam yang bisa melihat. Karena ia lebih berhati-hati dalam menjaga diri dari najis. Yang lebih tepat dalam madzhab Syafii (pendapat ash-shahih), imam yang buta dan imam yang bisa melihat dihukumi sama-sama tidak makruh. Inilah nash tegas dari Imam Syafii sebagaimana disebutkan oleh Al-Mawardi. 

"Masing-masing imam tersebut memiliki keutamaan. Namun, imam yang bisa melihat lebih utama karena yang biasa dijadikan sebagai imam oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang bisa melihat. Ibnu Ummi Maktum menjadi imam saat itu menunjukkan bolehnya. Orang yang buta memiliki uzur untuk tidak pergi berjihad sehingga ia bisa menggantikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kala itu," tulis Ustaz Abduh Tuasikal.

Selanjutnya, disebutkan bahwa menurut Imam Asy-Syirazi rahimahullah, ia berkata, “Imam yang bisa melihat itu yang lebih utama. Karena ia berusaha menghindarkan diri dari najis yang dapat merusak shalat. Orang yang buta tidak bisa melihat yang  di sekitarnya. Mengimami seperti ini tidaklah merusak shalat.” Namun, dalam pendapat madzhab Syafii, orang yang buta dan yang melihat dihukumi sama.


(ACF)
TAGs: Salat