Kemenag Kuatkan Sistem Deteksi Dini untuk Cegah Konflik Keagamaan

N Zaid - Kerukunan dan Toleransi 30/07/2025
Foto: Diagram Kota
Foto: Diagram Kota

Oase.id - Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) di bawah Sekretariat Jenderal Kementerian Agama (Kemenag) terus menyempurnakan pembangunan Early Warning System (EWS) atau sistem deteksi dini konflik sosial yang berpotensi dipicu oleh isu keagamaan. Langkah ini menjadi bagian dari strategi pencegahan terhadap potensi konflik di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.

Kepala PKUB Setjen Kemenag, M Adib Abdushomad, menyatakan bahwa pembangunan sistem peringatan dini ini tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan membentuk sebuah ekosistem yang kuat dan terintegrasi. Ia merujuk pada dua regulasi penting yang menjadi dasar kebijakan ini, yakni Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 924 Tahun 2023 dan KMA Nomor 332 Tahun 2023.

“Kita ingin membangun ekosistem EWS. Sesuai arahan Bapak Sekjen, yang terpenting dari EWS ini adalah membangun ekosistemnya. Alhamdulillah, PKUB mencoba mengorkestrasi tugas ini secara sinergis dan kolaboratif lintas stakeholders,” ujar Adib dalam kegiatan bertema "Membangun Ekosistem Early Warning System Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan" yang digelar di Serpong, Selasa (29/7/2025).

Menurut pria yang akrab disapa Gus Adib ini, komponen-komponen EWS sebenarnya telah ada di berbagai satuan kerja Kemenag, seperti Ditjen Bimas Islam maupun Balitbang Diklat (kini BMBPSDM). Tantangannya saat ini adalah bagaimana mengonsolidasikan semua potensi itu menjadi satu sistem utuh.

“PKUB kini berusaha mengonsolidasikan seluruh potensi tersebut menjadi satu sistem deteksi dini yang komprehensif dan terintegrasi. Kita ingin EWS menjadi satu kesatuan atas nama Kementerian Agama dalam rangka mendeteksi potensi yang bisa mengarah pada konflik,” jelas doktor lulusan Flinders University, Australia tersebut.

Ia menambahkan, jika sistem ini berhasil dibangun secara menyeluruh, maka berbagai konflik keagamaan yang sempat mencuat di sejumlah wilayah bisa dicegah sejak dini.

“Kalau EWS betul-betul terbangun, maka berbagai konflik yang selama ini muncul bisa kita mitigasi. Sehingga tidak ada lagi persekusi atau kerusuhan yang mencederai bangunan kerukunan yang telah lama dibina,” tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Gus Adib juga memberikan apresiasi atas demonstrasi aplikasi EWS yang dipresentasikan oleh para narasumber, termasuk dari kalangan akademisi Universitas Indonesia dan para praktisi.

“Aplikasi ini menjadi salah satu bentuk konkret dari ikhtiar PKUB dalam menjaga keutuhan NKRI dari potensi konflik sosial berbasis keagamaan,” katanya.

Pendekatan sosial-budaya jadi penguat
Selain mengembangkan teknologi, PKUB juga menjalankan pendekatan sosial dan budaya sebagai strategi pelengkap. Mereka terus mengupayakan hadirnya ruang-ruang perjumpaan dan dialog antarumat beragama sebagai cara memperkuat kohesi sosial.

“Kami terus mengundang para tokoh umat beragama untuk duduk bersama dalam forum-forum dialog. Juga memperluas partisipasi dalam kegiatan keagamaan, tidak hanya ritual, tapi kegiatan sosial keagamaannya,” tutur Adib, putra daerah dari Pekalongan, Jawa Tengah.

Ia kemudian mencontohkan pentingnya komunikasi dalam mencegah kesalahpahaman yang bisa memicu konflik. Kasus rumah doa di Depok dan Padang menjadi contoh aktual dari minimnya komunikasi antara pemilik dan warga sekitar.

“Padahal niat pendeta membangun rumah doa itu baik, yaitu untuk mendekatkan umatnya kepada ajaran agama. Tapi karena tidak ada informasi kepada RT/RW dan masyarakat, lalu terjadi kesalahpahaman,” jelasnya.

Ia menekankan pentingnya menciptakan saluran komunikasi yang terbuka dan efektif, agar perjumpaan antarwarga bisa terjalin lebih akrab dan tidak terhambat oleh miskomunikasi.

Gus Adib pun menutup dengan kabar bahwa sistem EWS yang tengah disempurnakan tersebut akan segera diperkenalkan secara resmi kepada publik.

“InsyaAllah, EWS ini segera kita launching setelah ekosistemnya fully coverage. Ini bentuk komitmen kita dalam menjaga kerukunan dan keutuhan NKRI,” pungkasnya. (kemenag)


(ACF)