4 Sifat Kepribadian Aisha Binti Abu Bakar (RA)

N Zaid - Sirah Nabawiyah 23/10/2023
Ilustrasi. Pixabay
Ilustrasi. Pixabay

Oase.id - Aisha binti Abu Bakar (R.A.), istri ketiga dan termuda Nabi Muhammad ﷺ, berada di urutan teratas di antara Ummahatul Mu'minin Nabi ﷺ lainnya, dalam hal menyebarkan pesan dan ajaran Islam selama kurang lebih 44 tahun. Dengan memberikan teladan bagi guru perempuan di era yang berpusat pada laki-laki, ia dipuji karena pengetahuannya dalam bidang spiritual dan politik. 

Bahkan, ia dianggap sebagai salah satu ulama terbesar dalam Islam yang menyampaikan lebih dari 2000 hadis Nabi ﷺ. Fakta yang cukup untuk menandakan statusnya di antara istri-istri Nabi ﷺ lainnya adalah bahwa Nabi ﷺ menghabiskan saat-saat terakhirnya bersamanya dan makamnya didirikan di kamarnya sendiri. 

Masih banyak lagi hal-hal serupa yang perlu kita ketahui tentang Aisha binti Abu Bakar (R.A.) dan dengan itu kita bisa mendapatkan sudut pandang Islam yang sebenarnya mengenai pendekatan yang tidak memihak terhadap laki-laki dan perempuan bahkan di masa jahiliyya. 

Artikel tulisan Sirajuddin Shaikh di islamonline ini akan menyoroti beberapa dari 4 sifat terbaik dari kehidupan Aisha binti Abu Bakar (R.A.) yang ia hiasi dan mencoba menggali betapa pentingnya keterlibatannya dalam pertumbuhan dan perkembangan Islam pada tahap formatifnya. 

Sebelum kita masuk ke pembahasannya, banyak sekali tudingan dan tudingan pedofilia terhadap Nabi ﷺ akibat pernikahannya dengan ummul mu’mineen Aisyah binti Abu Bakar yang menjadi bahan pembahasan dan penuturan berbeda. Atribut-atribut yang akan disebutkan di sini akan menjadi pelajaran berharga dan fitnah terhadap beberapa tuduhan yang diajukan terhadap Islam serta nilai-nilai dan prinsip-prinsip etikanya.

1- Dia adalah seorang ulama teladan

Aisha (R.A.) sebagai istri bungsu Nabi ﷺ diberkati karena memiliki kesempatan besar untuk menyebarkan ajaran dan dakwah Nabi ﷺ setelah kematiannya. Dia sebagian besar telah meriwayatkan tindakan dan perilaku Nabi ﷺ di dalam rumah dan membantu orang-orang mengetahui bagaimana Nabi ﷺ sebenarnya tidur, menangani istri, rutinitas shalatnya, proses berpikirnya, dan banyak lagi topik sensitif lainnya. 

Setelah Nabi ﷺ, ia mengabdikan hidupnya pada ajaran Islam dan melanjutkan pengabdiannya selama kurang lebih 44 tahun hingga ia meninggal dunia. Karena kecerdasan dan penguasaannya atas yurisprudensi serta pengalamannya yang luar biasa bersama Nabi ﷺ, para sahabat Nabi ﷺ biasa datang kepadanya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang seluk-beluk hukum agama dan dia dengan sepenuh hati berpartisipasi sebanyak mungkin dia bisa. 

Beliau telah meriwayatkan sekitar 2210 hadis Nabi Muhammad ﷺ yang meliputi masalah waris, pengobatan, puisi, sejarah dan masih banyak lagi yang lainnya. 

Karena kualitasnya dan persahabatannya dengan Nabi ﷺ, dia dianggap sebagai salah satu ulama terbesar dalam sejarah Islam terlepas dari fakta bahwa dia adalah seorang perempuan. Hal ini sekaligus mematahkan belenggu tuduhan yang dilontarkan terhadap Islam bahwa Islam adalah agama dengan nilai-nilai patriotik dan pendekatan misoginis. Hal ini berdasarkan prinsip dasar Islam yang mendorong umat Islam untuk memperoleh pengetahuan tanpa memandang gender dan apa yang kita lihat saat ini dari sikap negatif para ulama terhadap pendidikan perempuan adalah pendekatan yang berhati-hati bahwa perempuan tidak boleh terlibat dalam kegiatan apa pun masalah akibat penggabungan pendidikan antar gender. 

Dalam beberapa kasus, apa yang kita lihat pada delegasi hukum keluarga tidak ada hubungannya dengan Islam dan tidak mewakili hukum Islam dalam arti sebenarnya. Untuk memahami Islam dengan lebih baik, kita perlu kembali ke prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam daripada mengevaluasinya dengan budaya dan tradisi yang dipraktikkan umat Islam. 

2- Pembelaan Allah kepada Aisha (R.A.) terhadap rumor zinā

Dalam salah satu ekspedisi bersama Nabi Muhammad ﷺ, Aisha (R.A.) ditinggalkan oleh kafilah. Ketika Safwan bin Mu’attal, yang sedang dalam perjalanan lain, melihatnya dan membantunya kembali ke kafilah, orang-orang munafik mulai melontarkan tuduhan zina terhadapnya. 

Informasi yang salah ini dibesar-besarkan sedemikian rupa, bahkan orang-orang beriman pun menjadi korban propaganda ini dan mulai mempercayainya. Sekembalinya dia, Aisha (R.A.) jatuh sakit dan dia kemudian diberitahu bahwa sesuatu yang mencurigakan sedang terjadi di belakangnya. 

Sebenarnya peristiwa ini telah mengubah perilaku Nabi ﷺ terhadapnya juga namun beliau hanya diam menunggu tanda-tanda dari Allah SWT. Suatu hari Aisha (R.A.) meminta izin Nabi ﷺ dan pergi ke rumah orang tuanya. 

Suatu hari, ketika Nabi ﷺ mengunjunginya dan memintanya untuk bertobat jika dia telah berbuat dosa, dia mulai menangis dan memohon kepada Allah untuk menunjukkan kesuciannya ketika orang lain kehilangan kepercayaan terhadapnya. Di sana, ketika Allah melihat betapa tidak berdayanya perasaannya sehubungan dengan ketidakbersalahannya dan tidak ada lagi yang bisa membantunya kecuali wahyu Al-Quran, Dia mengirimkan malaikat Jibril dengan wahyu tersebut dan Nabi Muhammad ﷺ dalam hitungan menit menjadi berkeringat yang menandakan dia baru-baru ini menerima wahyu. 

Setelah turunnya wahyu, Nabi ﷺ memberikan kabar baik kepada Aisha (R.A.) dan dengan ini dia merasa lega terhadap semua rumor yang selama ini tersebar yang mencoreng dirinya dan citra Nabi ﷺ di hadapan umat Islam oleh orang-orang kafir. Ayat-ayat ini terdapat pada surah Nur ayat 11-20 surah 24. 

Ayat-ayat ini menunjukkan betapa pentingnya bagi Allah untuk menjaga kesucian Aisha (R.A.) dan menegur fitnah, sehingga Dia menurunkan ayat-ayat Al-Quran kepadanya dan menunjukkan statusnya di antara umat Islam lainnya. Hal ini terbukti bahwa Islam sangat menghargai perempuan sehingga Allah sendiri yang menurunkan firman untuk menjaga kesucian perempuan dan menangkal tuduhan yang dilontarkan.

3- Cinta dan kasih sayang Nabi ﷺ kepada Aisha (R.A.) dan sebaliknya

Ada sejumlah riwayat tentang cinta dan kasih sayang Nabi ﷺ kepada Aisha (R.A.) dan sebaliknya yang menunjukkan betapa perhatiannya Nabi ﷺ terhadap istri-istrinya yang istimewa. pertimbangan kepada Aisha (R.A.). Aisha (R.A.) biasa menikmati saat-saat ketika dia menemukan Nabi ﷺ di sampingnya dan Nabi ﷺ biasa menikmati makanan ketika dia duduk di sampingnya saat makan. 

Nabi ﷺ biasa meletakkan bibirnya di tempat Aisha (R.A.) meletakkan bibirnya dan makan dari tulang daging dengan mulutnya di mana Aisha (R.A.) meletakkan mulutnya. Faktanya, Nabi ﷺ biasa memasukkan sepotong makanan ke dalam mulutnya dan dia akan melakukan hal yang sama dengannya untuk menunjukkan cinta dan kasih sayang sebagai balasannya. 

Dalam hadis-hadis lain dapat diketahui bahwa Nabi ﷺ biasa menggunakan bahasa kode satu sama lain untuk menunjukkan cinta mereka. Ketika salah satu sahabat Nabi ﷺ bertanya kepadanya “siapa yang paling dicintai hatimu?” dia langsung menjawab “Aisha”. 

Perilaku Nabi ﷺ dan Aisyah (R.A.) ini menjadi teladan bagi generasi modern untuk belajar betapa pentingnya bersikap romantis terhadap pasangan dan selalu berusaha membahagiakan pasangannya semaksimal mungkin. Namun satu hal yang perlu mendapat perhatian besar adalah bahwa bukan merupakan tanggung jawab pasangan tertentu untuk menjaga dan menunjukkan cinta dan kasih sayang, melainkan baik istri maupun suami harus mengetahui prioritas mereka dan bertindak sesuai dengan hal tersebut.

4- Saat-saat terakhir Nabi Muhammad ﷺ adalah bersama Aisha (R.A.)

Nabi ﷺ menghabiskan saat-saat terakhirnya di dunia ini bersama Aisha (R.A.). Ketika Nabi Muhammad ﷺ merasa bahwa dia tidak lagi berada di dunia fana ini, dia meminta untuk tinggal bersama Aisha (R.A.). Selama ini, Aisha (R.A.) biasa memberikan perhatian khusus pada urusannya. 

Ketika Nabi ﷺ meminta siwak, dia mengunyah bagian ujung siwak agar Nabi ﷺ mendapatkan bulu siwak yang lembut dan membantu membersihkan giginya. Demikian pula saat ruh Nabi ﷺ diambil, ia berada di pangkuan Aisyah (R.A.) dan dari sana ia meninggalkan dunia fana ini. 

Menceritakan kejadian ini, Aisha (R.A.) sendiri pernah menyebutkan: “Salah satu nikmat Allah kepadaku adalah Rasulullah ﷺ meninggal di rumahku… sambil bersandar di dadaku dan Allah membuat air liurku bercampur dengan air liurnya di dadanya saat kematiannya,” (HR Bukhari). Untuk lebih menonjolkan, terlihat bahwa ketika Nabi ﷺ wafat, para sahabat Nabi ﷺ memilih kamar Aisha (R.A.) menjadi makam Nabi Muhammad ﷺ saat beliau menghabiskan saat-saat terakhir bersamanya di kamarnya.(islamonline)


(ACF)