Cerita Nabi Batal Umrah

Fera Rahmatun Nazilah - Nabi Muhammad Saw 02/03/2020
Photo by Freephotos from Pixabay
Photo by Freephotos from Pixabay

Oase.id- Suatu malam, Rasulullah Muhammad Saw bermimpi memasuki Masjidil Haram bersama para sahabat. Nabi mengambil kunci Ka’bah, kemudian umat Muslim bertawaf dan melaksanakan umrah.

Setelah usai, sebagian dari mereka menggunduli rambut, sedangkan yang lain hanya mencukur sebagian saja. 

Keesokan harinya, Nabi menceritakan mimpi itu kepada para sahabat. Mereka menduga itu adalah penanda bahwa umat Muslim sudah bisa memasuki Mekah di tahun itu juga, 6 Hijriyah. Meskipun rasa khawatir akan perlakuan kasar dan penjegalan dari kaum Musyrikin masih tetap ada. 

 

Mewujudkan mimpi

Pada Senin awal Zulhijah, Rasulullah Saw bersama sekitar 1.400 atau 1.500 jemaah umrah pun bergerak dari Madinah ke Tanah Haram. Ummu Salamah, istri Nabi, juga turut serta dalam perjalanan. Mereka tak berbekal senjata lantaran niat yang terbangun murni karena ibadah.

Benar saja, mendengar rencana keberangkatan umat Muslim, kaum Quraisy segera bermusyawarah dan menyusun rencana untuk menghalangi rombongan memasuki Mekah.

Baca: Sha'sha'ah, Sang Penyelamat Bayi Masa Jahiliyah

 

Mereka mengirim 200 kavaleri di bawah komando Khalid bin Walid ke Kura’ al-Ghamim. Namun umat Muslim rupanya tidak melewati jalur utama menuju Mekah itu, hingga rombongan umrah pun lolos dari hadangan pasukan Khalid.

Ketika tiba di bukit Hudaibiyah, kaum Muslimin beristirahat sejenak lantaran unta Rasulullah Saw mogok. Lantas, datanglah seseorang bernama Budail bin Warqa’ Al-Khuza’i menanyakan tujuan kedatangan rombongan muslim ke Mekah. 

Rasulullah Saw berkata, “Sesungguhnya kami tidak datang untuk berperang. Kami hanya bermaksud melakukan umrah ke Baitullah.”

 

“Baiklah, akan kusampaikan kepada kaum Quraisy,” ucap Budail.

 

Kafir Quraisy tak percaya

Kalangan musyrik Quraisy tak cukup percaya dengan kabar yang disampaikan Budail. Mereka mengirim Mikraz bin Hafsh untuk menanyakan tujuan rombongan Muslim. Rasulullah Saw pun menjawabnya persis apa yang telah disampaikan kepada Budail.

Masih belum puas dengan dua kabar sebelumnya, seorang lelaki dari Bani Kinanah bernama Hulais bin Alqamah berkata, “Biarlah aku menemui Muhammad sendiri.”

“Baik, temuilah dia,” ucap orang-orang Quraisy. 

Tatkala Hulais sudah dekat dengan posisi kaum Muslimin, ia melihat hewan-hewan kurban yang telah diikat dan diberi tanda. Ia pun segera kembali kepada kaumnya mengabarkan apa yang dilihatnya.

“Aku melihat sejumlah hewan kurban yang telah diikat dan diberi tanda. Menurutku, tak seharusnya kita menghalangi mereka,” ucap Hulais. 

Perkataan Hulais ini sempat menimbulkan cekcok di antara kaum Quraisy. Hingga kemudian giliran Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi mendatangi Nabi, ia mencoba mempengaruhi Rasulullah Saw agar mengurungkan niatnya menuju Baitullah. 

 

Provokasi

Nabi Saw terus berupaya agar bisa umrah dengan jalur damai. Namun tak ada titik temu. Negosiasi berlangsung alot.

Tak cukup dengan itu, sekitar 70 atau 80 pemuda Quraisy menyelinap di malam hari menuju perkemahan rombongan umrah. Mereka berupaya memantik peperangan dengan menimpukkan batu dan panah ke kaum muslimin.

Namun mereka semua berhasil ditangkap oleh umat Muslim berkat penjagaan Muhammad bin Maslamah. Akan tetapi karena bermaksud menjalin perjanjian damai, Nabi Saw akhirnya melepaskan mereka tanpa syarat.

Akhirnya Rasulullah Saw mengutus Utsman bin Affan untuk bernegosiasi dengan kaum Quraisy Mekah. 

“Sampaikanlah kepada mereka bahwa kedatangan kita bukan untuk perang, melainkan hanya untuk menunaikan umrah. Selain itu, serulah mereka agar memeluk Islam,” pesan Nabi pada Utsman. 

Namun bukannya mendapat titik cerah, Utsman justru ditahan sementara hingga muncul desas-desus bahwa menantu Nabi itu telah dibunuh. Umat Muslim pun tak tinggal diam, mereka melakukan baiat kesediaan berperang meskipun harus menjemput kematian. 

 

Piagam Hudaibiyah

Merasa terancam, kafir Quraisy pun akhirnya melepaskan Utsman dan mengutus Suhail bin Amr untuk melakukan perjanjian damai. Meskipun demikian, mereka tetap tak mengizinkan umat Muslim melaksanakan umrah di tahun ini.

Negosiasi berlangsung cukup lama, hingga akhirnya kedua belah pihak menyepakati empat poin, yaitu;

  1. Rasulullah harus membatalkan umrahnya tahun ini dan tidak boleh memasuki Mekah. Tahun berikutnya, kaum Muslimin boleh masuk ke sana dan tinggal selama tiga hari tanpa senjata, kecuali senjata yang biasa dibawa oleh musafir, berupa pedang yang tersarung. Tidak ada yang boleh menghalang-halangi mereka.
  2. Kedua pihak menyepakati gencatan senjata selama sepuluh tahun, orang-orang hidup dengan aman dan masing-masing saling menahan diri.
  3. Barangsiapa ingin bergabung dengan pihak Muhammad diperbolehkan. Dan barangsiapa ingin bergabung dengan pihak Quraisy diperbolehkan. Siapapun yang bergabung dengan salah satu pihak dianggap sebagai bagian dari pihak tersebut. Maka segala bentuk permusuhan yang dialamatkan kepada siapa pun yang bergabung ini akan menjadi musuh pihak lainnya.
  4. Kaum Quraisy yang berpindah ke pihak Muhammad tanpa seizin walinya wajib dikembalikan. Sebaliknya, pengikut Muhammad yang menyebrang ke pihak Quraisy tidak perlu dipulangkan. 

Berdasarkan perjanjian itu, jelas sudah bahwa Rasulullah Saw dan umat Muslim tertahan melaksanakan umrah di tahun ke-6 H. Rombongan jemaah memilih menyembelih kurban dan mencukur rambut di Hudaibiyah, perbukitan tempat mereka berada.

 

Sumber: Disarikan dari Ar-Rahiq al-Makhtum karya Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, dan As-Sirah An-Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam.


(SBH)