Kota Ontario Menolak Upacara Pemakaman Muslim, Memicu Aksi Berdoa dan Kecaman Publik

N Zaid - Diskriminasi Islam 15/12/2025
Foto: Ist
Foto: Ist

Oase.id - Duka mendalam menyelimuti sebuah keluarga Muslim di Kota Thorold, Ontario, Kanada, setelah permohonan mereka untuk melakukan pemakaman sesuai syariat Islam di pemakaman umum setempat ditolak hanya satu jam sebelum prosesi dimulai. Keputusan mendadak tersebut memicu keprihatinan luas dari komunitas Muslim di wilayah Niagara.

Sekitar seratus warga dari berbagai daerah berkumpul di depan Balai Kota Thorold dalam sebuah aksi doa dan solidaritas untuk mengenang Alina Masud, remaja Muslimah berusia 18 tahun yang wafat akibat kecelakaan mobil. Aksi ini sekaligus menjadi bentuk protes atas keputusan pemerintah kota yang menolak memberikan akomodasi pemakaman Muslim di Lakeview Cemetery.

Aksi tersebut kemudian berlanjut ke dalam gedung balai kota, memenuhi lobi saat para anggota dewan dan staf menghadiri rapat resmi.

Alina Masud diketahui merupakan warga Thorold dan mahasiswi jurusan psikologi di Brock University, St. Catharines. Ia memiliki cita-cita berkarier di bidang psikologi kriminal dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Alina meninggal dunia dalam kecelakaan di Highway 406 pada 3 Desember lalu.

Menurut imam keluarga, Asad Mahmood, sebelumnya telah ada kesepakatan dengan pengelola Lakeview Cemetery bahwa Alina akan dimakamkan pada 6 Desember di area yang direncanakan sebagai kavling pemakaman Muslim, dengan posisi jenazah menghadap ke Makkah sebagaimana tuntunan Islam.

Namun, hanya satu jam sebelum prosesi pemakaman, pihak pengelola menyampaikan bahwa izin tersebut dibatalkan setelah Dewan Kota Thorold menolak permohonan akomodasi.

“Saat kami tidak diizinkan memakamkan putri kami di sini, itu adalah momen yang sangat menyakitkan dan penuh tekanan,” ujar ayah Alina, Malik Masud, kepada CBC News.
“Namun saya melihat dukungan dari komunitas. Saya tidak sendirian,” tambahnya dengan haru.

Aksi solidaritas tersebut dihadiri warga dari seluruh wilayah Niagara yang menyuarakan keprihatinan atas minimnya fasilitas pemakaman yang ramah bagi Muslim.

“Ini sangat memilukan. Alina bukan sekadar nama di berita. Ia adalah bagian dari kami, mahasiswa yang berjalan di lorong kampus yang sama dan memiliki masa depan,” kata Binoy Mahmud, mantan Presiden Muslim Students’ Association Brock University.

Setelah penolakan tersebut, keluarga akhirnya memakamkan Alina di Islamic Cemetery of Niagara di Niagara Falls, yang berjarak cukup jauh dari tempat tinggal mereka.

“Kami seharusnya tidak perlu menempuh perjalanan jauh hanya untuk memakamkan orang yang kami cintai,” ujar Dr. Yousef Haj-Ahmad, tokoh masyarakat Niagara dan pendiri Haj-Ahmad Family Foundation.

Ia menyayangkan keputusan pemerintah kota yang dinilai tidak memberi ruang bagi kebutuhan dasar komunitas Muslim.
“Kami adalah warga Niagara, warga Thorold, tetapi tidak diberi lahan untuk memakamkan jenazah kami sesuai keyakinan,” tegasnya.

Malik Masud berharap kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

“Saya berharap tidak ada lagi keluarga yang harus mengalami hal seperti ini, dan kelak tersedia ruang pemakaman bagi Muslim di kota ini,” ujarnya.

Sementara itu, Bereavement Authority of Ontario, lembaga yang mengawasi sektor layanan pemakaman, mengonfirmasi tengah menyelidiki kasus ini. Pemerintah Kota Thorold menyampaikan belasungkawa dan permintaan maaf kepada keluarga, meski menyebut telah menawarkan alternatif yang ditolak pihak keluarga.

Imam Asad Mahmood menilai alternatif tersebut tidak sesuai syariat karena sebagian besar makam di area tersebut tidak menghadap kiblat.

“Dalam Islam, setiap makam harus menghadap Makkah. Itu bukan segregasi, tapi bentuk penghormatan terhadap keyakinan,” jelasnya.

Mahmood juga mengungkapkan bahwa sejak 2023 pihaknya telah mengajukan permohonan agar disediakan area khusus pemakaman Muslim, bahkan bersedia membeli lahan. Namun, setahun kemudian dana tersebut dikembalikan dengan alasan pemerintah kota tidak ingin melakukan pemisahan area pemakaman.

Penolakan itu merujuk pada peraturan daerah yang melarang penjualan kavling di area pemakaman yang belum dibuka sebelum area lama terisi penuh—aturan yang lahir dari kekhawatiran isu segregasi.

Bagi komunitas Muslim, kebijakan ini justru dipandang sebagai pengabaian terhadap hak beribadah dan tradisi keagamaan.

“Kami hanya ingin diakui sebagai bagian dari masyarakat kota ini,” kata Dr. Haj-Ahmad. “Semoga dewan kota mau meninjau ulang keputusan tersebut.”


(ACF)