Imam Al-Aqsa Diadili Israel, Disebut Bungkam Suara Penentang Serbuan Ekstremis Yahudi
Oase.id - Imam Masjid Al-Aqsa, Sheikh Ekrima Sabri, menjalani sidang di pengadilan Israel atas tuduhan “penghasutan”. Dakwaan tersebut diajukan jaksa Israel pada Agustus 2024 dan berkaitan dengan dua pidato takziah yang disampaikannya pada 2022, serta pernyataannya saat berduka atas mantan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, yang tewas dalam serangan di Teheran pada 2024.
Dakwaan dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Magistrat Yerusalem. Sabri, 87 tahun, hadir menggunakan kursi roda, didampingi tim kuasa hukum dan sejumlah pendukung Palestina.
Dalam pernyataannya kepada Anadolu, Sabri mengecam tindakan otoritas Israel. “Praktik pendudukan Israel itu ditolak, tidak dapat dibenarkan, ilegal, dan tidak manusiawi,” ujarnya.
Ia menilai Israel berupaya membungkam suara-suara yang menentang aksi kelompok Yahudi ekstremis yang kerap memasuki kompleks Al-Aqsa. “Semua tindakan mereka menargetkan Masjid Al-Aqsa dan posisi tegas kami dalam menjaga kesuciannya. Kami tidak akan pernah meninggalkan situs suci ini,” katanya. Ia menambahkan bahwa apa yang terjadi merupakan “pelanggaran terhadap kesucian Al-Aqsa”.
Menurut Sabri, Israel juga berupaya menebar ketakutan di kalangan warga Palestina demi melemahkan perlawanan mereka. “Kami akan tetap teguh, insya Allah,” tegasnya.
Tuduhan dianggap dibuat-buat
Kuasa hukum Sabri, Khaled Zabarka, menyebut sidang pada Selasa itu bersifat prosedural dan menilai dakwaan yang diajukan “direkayasa”. “Kami akan meminta tambahan bukti yang diperlukan untuk membantah dakwaan ini,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa dakwaan tersebut merupakan bagian dari kebijakan “persekusi politik bernuansa rasial” terhadap tokoh-tokoh Yerusalem, termasuk Sheikh Sabri, guna membatasi pengaruh mereka. Menurutnya, proses hukum terhadap imam Al-Aqsa itu menjadi upaya Israel untuk menyerang figur keagamaan penting di Yerusalem, di tengah tekanan dan kampanye hasutan dari kelompok sayap kanan ekstrem.
Setelah pembacaan dakwaan, pengadilan menjadwalkan sidang lanjutan pada 6 Januari.
Pada Agustus 2024, polisi Israel melarang Sabri memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa selama enam bulan karena ia menyampaikan ucapan belasungkawa atas kematian Haniyeh.
Otoritas Israel berulang kali mengambil tindakan terhadap Sabri terkait khutbahnya yang mendukung Gaza, disertai kampanye hasutan dari pejabat, termasuk Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir dan Menteri Dalam Negeri Moshe Arbel.
Masjid Al-Aqsa merupakan situs tersuci ketiga bagi umat Islam.(trtworld)
(ACF)