Hukum Meletakkan Sesuatu di Atas Al-Quran Menurut Buya Yahya

N Zaid - Alquran 13/10/2025
Hukum Meletakkan Sesuatu di Atas Al-Qur’an Menurut Buya Yahya. Foto: Pixabay
Hukum Meletakkan Sesuatu di Atas Al-Qur’an Menurut Buya Yahya. Foto: Pixabay

Oase.id - Dalam keseharian di masjid atau mushala, sering terlihat rak atau lemari kecil yang berisi mushaf Al-Qur’an. Di atasnya, tak jarang diletakkan sajadah, tasbih, atau benda-benda lain. Pemandangan ini mungkin tampak biasa bagi sebagian orang, namun muncul pertanyaan: bagaimana sebenarnya hukum meletakkan sesuatu di atas Al-Qur’an atau di atas tempat penyimpanan mushaf?

Buya Yahya dalam salah satu ceramahnya menjelaskan bahwa hukum meletakkan sesuatu di atas Al-Qur’an bergantung pada niat dan jenis benda yang diletakkan. Jika benda tersebut bukan sesuatu yang hina atau najis, maka perbuatan itu tidak sampai pada derajat haram, namun tetap bertentangan dengan adab terhadap Al-Qur’an.

Menurut Buya, jika seseorang meletakkan buku biasa di atas Al-Qur’an, maka hal itu menunjukkan kurangnya adab, bukan perbuatan yang diharamkan. Namun jika yang diletakkan adalah benda yang kotor, najis, atau sesuatu yang bermakna merendahkan, maka hukumnya bisa menjadi haram bahkan syirik, karena termasuk bentuk penghinaan terhadap Al-Qur’an.

Beliau menegaskan bahwa para ulama sejak dahulu membahas hal ini dalam konteks adab, bukan semata hukum halal-haram. Artinya, yang menjadi ukuran adalah sikap batin dan penghormatan seseorang terhadap Al-Qur’an. Jika seseorang benar-benar mengagungkan Al-Qur’an, secara refleks ia tidak akan menaruh apa pun di atasnya. “Kalau seseorang menganggap sesuatu itu berharga, tentu ia akan menaruhnya di tempat yang paling tinggi dan terhormat. Begitu pula dengan Al-Qur’an,” ujar Buya Yahya.

Lebih lanjut, Buya menambahkan bahwa jika di atas lemari Al-Qur’an terdapat pembatas atau sekat, maka adabnya memang lebih ringan. Dengan adanya jarak antara mushaf dan benda yang diletakkan di atasnya, maka secara hukum tidak termasuk perbuatan yang dilarang. Meski begitu, dari sisi akhlak tetap lebih baik menghindarinya. “Kalau bisa, letakkan sajadah di bagian paling bawah. Itu lebih sopan,” nasihat Buya.

Buya juga mengingatkan agar umat Islam berhati-hati dalam membedakan antara perkara yang bersifat adab dan keutamaan dengan perkara yang bersifat haram atau wajib. Jika setiap hal kecil dianggap haram, maka kehidupan beragama akan terasa sempit, bahkan bisa membuat orang menjauh dari agama. Karena itu, menurutnya, para dai dan guru agama perlu menyampaikan dengan cara yang bijak.

Lebih jauh, Buya juga menyinggung fenomena sebagian orang yang menyelipkan uang di dalam Al-Qur’an dengan alasan agar tidak dicuri makhluk halus seperti “tuyul”. Ia menegaskan bahwa keyakinan semacam ini justru keliru. “Yang disebut tuyul itu bukan makhluk gaib yang mencuri uang, tapi kadang justru anak atau anggota keluarga sendiri yang kurang dididik,” ujarnya dengan nada menasihati.

Pada akhirnya, Buya Yahya menegaskan bahwa menghormati Al-Qur’an adalah bentuk nyata dari keimanan dan kecintaan kepada kalam Allah. Menjaga adab terhadap mushaf bukan sekadar urusan fiqih, tetapi cerminan akhlak batin seseorang. Meletakkan sesuatu di atas Al-Qur’an memang tidak selalu haram, tetapi mencerminkan kadar penghormatan seseorang terhadap kitab sucinya.

“Kalau hati kita betul-betul mengagungkan Al-Qur’an,” tutup Buya Yahya, “maka secara otomatis kita akan memilih tempat yang paling tinggi, paling istimewa, dan paling mulia untuk meletakkannya.”

 


(ACF)
TAGs: Alquran