Rizky Febian Sedih Sang Ibunda Meninggal Dunia. Bagaimana Batasan Duka Ditinggal Orang Tercinta dalam Ajaran Islam?

Sobih AW Adnan - Obituari 05/01/2020
Foto kenangan Rizky Febian dan ibundanya menyambut momentum hari ibu/diambil dari IG: rizkyfbian
Foto kenangan Rizky Febian dan ibundanya menyambut momentum hari ibu/diambil dari IG: rizkyfbian

Oase.id- Berita duka datang dari keluarga penyanyi dan aktor Rizky Febian Ardiansyah Sutisna. Sang ibu pelantun lagu "Kesempurnaan Cinta" itu, Lina Zubaidah dikabarkan meninggal dunia pada Sabtu, 4 Januari 2020, dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Al Islam, Bandung, Jawa Barat. 

Meskipun tampak tetap tegar, namun atmosfer kesedihan putra komedian Entis Sutisna alias Sule ini tak terelakkan muncul saat melepas orang yang paling dicintainya ke pemakaman. 

 

Duka itu wajar, asal tidak berlebihan

Perasaan sedih dan pecahnya tangisan mengiringi sebabak perpisahan adalah sesuatu yang wajar. Namun, bagaimanakah batas kesedihan ditinggal keluarga yang meninggal dunia menurut kacamata Islam?

Dalam sebuah hadis, Rasulullah Muhammad Saw memberikan batasan untuk tidak meluapkan kesedihan secara berlebihan. Ketika ditinggal wafat anggota keluarga atau orang yang paling dicintai, Nabi melarang umatnya untuk melampiaskan rasa duka dengan mengamuk, menampari muka sendiri, berteriak, menjambaki rambut, dan perilaku-perilaku yang tak wajar lainnya.

 

Rasulullah bersabda, "Bukanlah bagian dari umatku yang menampari pipi (ketika ditimpa kematian), merobek-robek baju, dan meratapi mayat sebagaimana ratapannya orang-orang jahiliyah," (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Meratapi mayit secara berlebihan memang menjadi tradisi khas masyarakat Arab sebelum Islam datang. Meskipun begitu, dalam redaksi hadis yang lain, Rasulullah juga menyebut empat kebiasaan buruk jahiliyah yang masih saja kerap dilakukan umat Islam.

"Ada empat perkara khas jahiliyah yang masih melekat pada umatku dan mereka belum meninggalkannya. Yakni, membanggakan jasa (kelebihan atau kehebatan) nenek moyang, mencela nasab (garis keturunan), menisbatkan hujan disebabkan oleh bintang tertentu, dan niyahah (meratapi mayit)," (HR. Muslim).

Abu Zakaria Muhyuddin bin Syaraf An-Nawawi Ad-Dimasyqi atau masyhur disebut Imam Nawawi dalam Al-Adzkar An-Nawawiyah menjelaskan, ketika seseorang tertimpa musibah maka diperbolehkan menangis asal tidak disertai dengan ratapan yang berlebihan.

Menurut Imam Nawawi, menangis bukan merupakan hal tercela lantaran masih merupakan sifat yang manusiawi. Imam Nawawi mengisahkan, Rasulullah Saw pun menangis ketika ditinggal putra tercintanya bernama Ibrahim. Akan tetapi, kematian anak yang dikasihinya itu menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai sosok yang kian ikhlas dan penyabar.

Dalam Al-Fawaid Al-Muntaqah min Syarhi Kitab Al-Tauhid, Abu Abdullah Muhammad bin Shalih bin Muhammad bin Sulaiman bin Abdur Rahman Al-Utsaimin atau lebih masyhur dengan nama Syeikh Al-Utsaimin menerangkan sebab-sebab dilarangnya meratapi mayit secara berlebihan.

Syeikh Utsaimin menyebutkan, niyahah hanya akan menambah kesedihan yang berlarut-larut, memicu kemurkaan Allah Swt karena tidak menerima apa yang sudah ditakdirkan, menimbulkan orang lain ikut berkabung dalam kesedihan, dan tidak memberikan manfaat atau tidak dapat mengembalikan ketentuan yang sudah diputuskan Allah Swt. 

 

Hikmah kematian

Dalam surat Ali Imran ayat 185, Allah Swt berfirman:

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."

Rasulullah menyebut di antara hikmah kematian adalah sebagai bahan pengingat. Nabi Muhammad memasukkan mereka yang senantiasa mengingat kematian dan bersiap untuk menghadapinya dengan sebutan orang-orang yang paling cerdas dan berakal.

Dalam sebuah hadis, Nabi pernah ditanya seorang sahabat, "Orang beriman manakah yang paling berakal?”, Rasulullah menjawab: "Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang berakal". (HR. Ibnu Majah).

Allah Swt juga memasukkan kematian sebagai bagian dari ujian. Dalam Al-Baqarah 155-157 Allah Swt berfirman;

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un'. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk."

Dalam hadis yang diriwayatkan Annas RA, Rasulullah juga bersabda, "Sesungguhnya Allah Swt berfirman: "Ketika Aku menimpakan cobaan dan musibah kepada seorang hamba-Ku, dengan cucuran dua air matanya (karena ada yang meninggal dunia), lalu dia bersabar, maka aku akan mengganti cucuran dua air mata itu di surga kelak."

 

Sumber: Disarikan dari beberapa hadis riwayat Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Ibnu Majah, serta sedikit penjelasan dalam Al-Adzkar An-Nawawiyah karangan Imam Nawawi dan Al-Fawaid Al-Muntaqah min Syarhi Kitab Al-Tauhid karangan Syeikh Al-Utsaimin. 


(SBH)
TAGs: Obituari