Pandemi Harus Dimaknai sebagai Jalan Menuju Ketakwaan

Sobih AW Adnan - Corona (Covid-19) 27/04/2020
Photo by Khalishah Nuramalina from Medcom.id
Photo by Khalishah Nuramalina from Medcom.id

Oase.id- Keberadaan Ramadan tahun ini terasa berbeda ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Kehadiran bulan suci berbarengan dengan keprihatinan masyarakat di tengah ancaman pandemi korona (Covid-19).

Banyak hal yang tidak bisa dijumpai pada bulan puasa kali ini. Sebut saja, kekhusyukan salat tarawih berjemaah di masjid, keramaian kajian-kajian keagamaan, tradisi ngabuburit, hingga banyak lagi yang lainnya.

Semuanya, mesti difokuskan di rumah dengan tanpa mengundang kerumunan. Tujuannya, tak lain, dalam rangka menghambat persebaran virus agar masyarakat bisa kembali leluasa menjalankan aktivitas seperti biasanya.

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. H. Oman Fathurahman mengatakan, pandemi korona memang mengundang keprihatinan, akan tetapi ujian ini sudah barang pasti menyimpan hikmah dan manfaat. 

"Segala yang diciptakan Allah tidak mungkin menjadi sesuatu yang batil, atau pun sia-sia. Termasuk wabah. Bahkan, pandemi adalah peluang bagi Muslim untuk semakin takwa," kata Prof Oman dalam Dialog Ramadan 1441 H bertema "Mencapai Derajat Muttaqin di Era Pandemi Covid-19" yang diselenggarakan secara daring oleh Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Nursiah Daud Paloh-Media Group, Jakarta, Senin, 27 April 2020.

Baca: 5 Sikap Nabi Menghadapi Wabah dan Penderita Penyakit Menular

 

Pandemi, bukan pula merupakan sesuatu yang baru. Kejadian serupa juga pernah terjadi sebelum dan sesudah masa kenabian Muhammad Saw, masa kekhalifahan Umar bin Khattab, hingga abad 14 yang berdampak dari Timur Tengah sampai Eropa.

"Seperti siklus yang berulang dalam sekian waktu. Jadi, pola persebaran, jenis, dan penanggulangannya pun relatif terbaca. Hanya saja kitanya yang lalai," kata sosok yang juga Staf Ahli Menteri Agama RI tersebut.

 

Dengan adanya perubahan pola ibadah yang disesuaikan dengan protokol kesehatan, misalnya, kata Oman, hal itu bisa dimaknai bahwa pandemi adalah media bagi umat agar memahami agama lebih secara substantif, bukan hanya dalam sisi ritual belaka.

"Esensi agama yang sesungguhnya adalah bagaimana seseorang bisa tetap menguatkan hablumminallah dan hablumminannas," terang dia.

 

Normal baru

Sementara itu, CEO Media Group Muhammad Mirdal Akib menyampaikan, penting bagi setiap Muslim untuk menjaga prasangka yang baik kepada Allah Swt atas keberadaan pandemi ini. 

"Berprasangka baik kepada Allah Swt ini agar bisa jauh lebih optimistis, menjaga kekuatan, serta melahirkan banyak opsi sebagai jalan keluar mengatasi masalah ini," kata Mirdal.

Baca: Umar bin Khattab: Wabah Adalah Takdir, dan Menghindarinya Juga Takdir
 

Pandemi korona, menurut dia, diprediksi bakal melahirkan new normal atau normal baru yang tidak hanya berkaitan secara personal, akan tetapi juga dalam pandangan keagamaan yang membawa kepada peningkatan kualitas ibadah. 

"Hari ini, masjid ditutup, ibadah dialihkan di rumah. Tapi, sekadar memindahkan tempatnya. Yang tidak berubah hanya nilai-nilai yang terkandung dalam ibadahnya," kata dia.

Mirdal menjelaskan, sekarang ini, umat tengah diajak untuk menjalani ibadah secara lebih khusyuk hingga menyentuh ranah substantif, ruh, dan hakikat untuk lebih mendekat diri secara batiniyah kepada Allah Swt.

Pandemi menjadi peluang yang luas bagi setiap Muslim untuk mencapai derajat ketakwaan, terlebih di bidang sosial.

"Melalui pandemi ini, seakan-akan Allah Swt sedang mengatakan kepada kita, 'Saya antarkan kepadamu surga yang luasnya seperti langit dan bumi'. Maksudnya, dengan banyaknya orang-orang yang membutuhkan di sekitar yang patut kita bantu dan menjadi ladang amal di bulan suci," terang Mirdal. 

"Mari, kita maksimalkan peluang itu untuk mencapai derajat takwa," tambah dia. 


(SBH)