Bolehkah Mengonsumsi Obat Dokter yang Mengandung Bahan Makanan Haram?

N Zaid - obat batuk alami 30/12/2025
Ilustrasi: Pixabay
Ilustrasi: Pixabay

Oase.id - Di tengah perkembangan dunia medis modern, umat Islam sering dihadapkan pada situasi yang tidak sederhana. Salah satunya adalah ketika dokter meresepkan obat yang di dalamnya mengandung bahan yang secara syariat dihukumi haram, seperti gelatin babi, alkohol, atau turunan hewan yang tidak disembelih sesuai ketentuan Islam. Pertanyaan pun muncul: bolehkah seorang Muslim mengonsumsi obat semacam itu?

Dalam Islam, hukum asal mengonsumsi makanan dan minuman yang haram adalah terlarang. Al-Qur’an secara tegas menyebutkan larangan terhadap bangkai, darah, daging babi, serta hewan yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Prinsip ini menjadi dasar utama dalam menjaga kehalalan konsumsi seorang Muslim, termasuk dalam konteks pengobatan.

Namun, syariat Islam tidak hanya dibangun di atas larangan, melainkan juga di atas prinsip kemudahan dan kasih sayang. Dalam keadaan tertentu, Islam memberikan keringanan ketika seseorang berada dalam kondisi terpaksa atau darurat. Allah subhanahu wa ta'ala menyatakan bahwa tidak ada dosa bagi orang yang terpaksa mengonsumsi sesuatu yang haram selama ia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas. Dari ayat inilah para ulama merumuskan kaidah fikih yang dikenal luas, bahwa kondisi darurat dapat membolehkan hal-hal yang semula dilarang.

Para ulama fikih dari berbagai mazhab menjelaskan bahwa prinsip darurat ini juga berlaku dalam dunia pengobatan. Ketika seseorang menghadapi penyakit serius dan tidak ditemukan obat halal yang memiliki manfaat setara, penggunaan obat yang mengandung unsur haram dapat dibolehkan. Imam An-Nawawi, ulama besar mazhab Syafi’i, dalam kitab Al-Majmu’ menyebutkan bahwa pengobatan dengan zat najis dibolehkan apabila memang dibutuhkan dan tidak ada alternatif lain yang suci.

Pandangan ini juga ditegaskan oleh para ulama kontemporer. Majma’ Al-Fiqh Al-Islami yang berada di bawah Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyatakan bahwa penggunaan obat-obatan yang mengandung bahan haram dibolehkan dalam kondisi darurat, terutama apabila berkaitan dengan keselamatan jiwa atau mencegah bahaya yang lebih besar. Syaikh Yusuf Al-Qaradawi dalam kitab Al-Halal wal Haram fil Islam juga menjelaskan bahwa pengobatan dengan bahan yang haram dapat dibenarkan apabila tidak tersedia obat pengganti yang halal dan diyakini membawa manfaat penyembuhan.

Salah satu persoalan yang sering dipertanyakan adalah kandungan alkohol dalam obat. Para ulama membedakan antara alkohol yang digunakan sebagai zat memabukkan dan alkohol yang digunakan sebagai pelarut dalam dosis kecil untuk kepentingan medis. Selama kandungannya tidak memabukkan, tidak digunakan untuk tujuan rekreasi, dan sulit dihindari dalam formulasi obat, banyak ulama membolehkannya, khususnya dalam kondisi kebutuhan medis.

Minum obat yang mengandung alkohol, seperti obat batuk—misalnya OBH hitam—sering dipertanyakan hukumnya karena mengandung alkohol. Lalu, mana yang sebaiknya dipilih?

"Menurut saya pribadi, obat tersebut tidak haram, karena alkohol yang digunakan adalah alkohol pelarut, bukan alkohol yang menyebabkan mabuk. Alkohol itu berfungsi untuk melarutkan bahan obat. Secara fikih, tidak ada orang yang menggunakan obat batuk dengan tujuan mabuk-mabukan," kata Ustaz Raehanul Bahraen, dalam sebuah ceramahnya.

Kalau ada yang beralasan ingin mabuk tetapi tidak mampu membeli minuman keras lalu menggunakan obat batuk, itu bukan karena obatnya, melainkan karena niat orangnya. Tidak ada orang yang benar-benar bisa mabuk dengan obat batuk sebagaimana mabuk minuman keras.

Jadi, meskipun mengandung alkohol, penggunaannya dalam obat batuk memiliki fungsi pengobatan, bukan untuk memabukkan.

Meski demikian, keringanan yang diberikan syariat bukan berarti membuka pintu kelalaian. Seorang Muslim tetap dituntut untuk berhati-hati, bertanya mengenai kandungan obat, dan memilih alternatif halal apabila tersedia. Kelonggaran hanya berlaku sejauh kebutuhan, bukan untuk meremehkan batasan yang telah ditetapkan agama.


(ACF)