Wacana Haji Jalur Laut Kembali Mencuat

Oase.id - Wacana penyelenggaraan ibadah umrah melalui jalur laut kembali mencuat setelah dipaparkan dalam forum peluncuran The State of Global Islamic Economy (SGIE) Report 2024/2025 di Gedung Bappenas pada 8 Juli 2025. Chairman Indonesia Halal Lifestyle Center, Sapta Nirwandar, mengusulkan penggunaan kapal pesiar sebagai moda perjalanan alternatif menuju Tanah Suci.
“Ini yang saya waktu itu lapor dengan Pak Nasarudin bahwa kapal pesiar sudah menanti untuk umrah, tapi sayangnya ownership-nya di sebelah, bukan di kita. Lumayan Rp60 juta bisa belajar macam-macam selama perjalanan,” ungkap Sapta dalam forum tersebut, dikutip laman Kemenag, Jumat (11/7/2025).
Ia menambahkan, perusahaan pelayaran asal Malaysia, IslamiCruise, telah menjadwalkan keberangkatan kapal mewah Costa Serena pada 5 Januari 2026, dengan rute Port Klang – Banda Aceh – Maladewa – Oman – dan berakhir di Jeddah, Arab Saudi. Menurutnya, waktu tempuh hanya 12 malam, jauh lebih singkat dibanding pelayaran haji masa lalu yang bisa memakan waktu berbulan-bulan.
Menanggapi hal itu, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyambut gagasan tersebut dengan positif, namun tetap hati-hati. Ia mengakui bahwa pendekatan ibadah melalui laut merupakan hal yang menarik dan patut dikaji lebih lanjut. “Apa yang digagas oleh Bapak Nirwandar saya kira sangat perspektif ya. Terutama tadi memperkenalkan umrah dan haji melalui kapal laut,” ujar Nasaruddin.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa pemerintah belum menetapkan agenda resmi untuk penyelenggaraan haji atau umrah menggunakan moda transportasi laut. Hal itu disampaikannya saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan pada Kamis, 10 Juli 2025. “Saya kira kita belum ada agenda untuk menggunakan haji laut karena perhitungan waktu, dan perhitungan biaya belum pernah kita angkat sebagai sebuah wacana khusus ya. Nggak tahu nanti kalau Badan Penyelenggara Haji punya pembicaraan khusus itu,” katanya.
Menteri Nasaruddin juga menjelaskan bahwa pembahasan mengenai akses laut ke Jeddah telah dilakukan dengan beberapa pejabat Arab Saudi. Menurutnya, potensi ini terbuka, khususnya jika infrastruktur pelabuhan dan izin pemerintah Arab Saudi memadai. “Kami juga kemarin berbicara dengan sejumlah pejabat di Saudi Arabia kemungkinan untuk itu, dan itu terbuka peluang, agar bukan hanya negara-negara yang kawasan dekat Jeddah bisa mengakses seperti Mesir, tapi juga dari Indonesia, mungkin juga dari Asia Tenggara dan Asia lain,” tuturnya.
Meskipun waktu tempuh sudah jauh lebih efisien dibanding masa lalu—di mana pelayaran bisa memakan waktu hingga empat bulan—pemerintah menilai bahwa banyak hal yang masih perlu dikaji. Nasaruddin menekankan bahwa tanpa kesiapan regulasi dan kerja sama antar-lembaga terkait, wacana ini belum bisa diangkat sebagai kebijakan formal. “Kita belum pernah angkat sebagai sebuah wacana khusus,” pungkasnya.
Dengan semakin berkembangnya industri pelayaran dan gaya hidup halal, tak tertutup kemungkinan bahwa umrah jalur laut bisa menjadi alternatif ibadah yang tidak hanya spiritual, tapi juga edukatif dan rekreatif di masa depan. Namun untuk saat ini, pelayaran umrah masih menjadi wacana yang memerlukan pembahasan lintas sektor, mulai dari Badan Penyelenggara Haji, regulator, hingga mitra internasional.
(ACF)