Kisah Sayyidah Sukainah, Cicit Nabi Muhammad yang Terhormat dan Bersahaja

Siti Mahmudah - Perempuan muslim 26/04/2021
Ilustrasi - Gambar oleh Sammy-Williams dari Pixabay
Ilustrasi - Gambar oleh Sammy-Williams dari Pixabay

Oase.id - Sayyidah Sukainah adalah putri tercinta Imam Husein bin Ali, cucu Imam Ali bin Abi Thalib, Sayyidah Fatimah dan cicit Rasulullah ﷺ. Ia lahir pada 669 M dan wafat 736 M. Sukainah merupakan seorang perempuan yang ikut dengan ayahnya saat terjadi peristiwa Karbala.

Sukainah bersama saudaranya, Sayyid Ali bin Husein as-Sajjad menyaksikan dengan mata kepalanya langsung pembantaian terhadap ayahnya oleh pasukan tentara Yazid bin Muawiyah.

Dalam catatan sejarah, ayah Sukainah yakni Sayyid Husein bin Ali begitu menyayangi Sukainah dan Rubab, istrinya. Saking sayangnya, Sayyid Husein membuatkan sebuah puisi untuknya. Adapun kutipan puisinya:

Aku bersumpah demi dirimu
Aku senang dengan rumah
Yang di dalamnya ada Sukainah dan Rubab
Aku mencintai keduanya
Semua milikku akan kuberikan 
Aku akan menyesali diriku sendiri
Jika tak mampu melakukan hal ini

Sukainah merupakan sosok yang banyak menarik perhatian para sejarawan dan penulis biografi di dunia. Di antaranya, Ibnu Jarir tah-Thabari dan Syekh Al-Mufassirin yang menuliskan biografi Sukainah dalam bukunya yang terkenal, yakni berjudul Tarikh ar-Rasul wa al-Muluk.

Halnya para sejarawan lainnya, Ibnu Sa’d menulis biografi Sukainah dalam bukunya berjudul Ath-Thabaqat, Abu Al-Faraj dalam Al-Aghani, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasq (sejarah Damaskus), dan Ibnu Hisan dalam Al-Hadaiq Al-Ghina fi Akhbar an-Nisa dan sebagainya.

Para sejarawan yang menuliskan biografi Sukainah dalam bukunya menyebutkan, bahwa Sayyidah  Sukainah adalah perempuan terhormat  dan memiliki kepribadian yang bersih. Akhlaknya bagus, bersahaja, tutur katanya indah, cerdas dan ia seorang kritikus sastra terkemuka. 

Bahkan, Ibnu Al-Jauzi dari Sufyan atas-Tsauri menuturkan, Sayyidah Sukainah rajin bangun malam untuk beribadah tahajud. Ia juga perempuan dermawan, yang manakala berangkat haji suka bersedekah kepada fakir miskin yang sedang berhaji bersamanya.

Sementara, Ahmad Syauqi, raja penyair Nil terkenal, menuliskan puisi untuk perempuan ulama (Sayyidah Sukainah) ini:

Lihatlah, Sukainah 
Namanya menebar harum di seluruh pojok bumi
Ia mengajarkan kata-kata Nabi
Dan menafsirkan kitab suci
 

Abu Al-Faraj, penulis buku Al-Aghani, menuliskan sebuah ensiklopedia sastra, kisah, dan puisi, yakni Sukainah adalah perempuan dengan rambut paling indah. Ia menyisir dan merapikan rambutnya begitu rapi. Tak ada rambut perempuan dengan rambut seindah rambutnya. Hingga ia menjadi mode tersendiri bagi kaum perempuan zamannya yang disebut dengan namanya “mode Sukainah”. 

Serupa dengan Umar Ridha Kahalah, penulis A’lam an-Nisa, menuliskan hal yang sama dan memberi tahu kisah menarik tentang kecantikan antara Sukainah dan Aisyah. 

Menariknya lagi, saat menikah, ia meminta dibuatkan perjanjian pranikah yang harus ditandatangani oleh calon suaminya. Berikut perjanjiannya:

1. Tidak boleh mengambil perempuan lain, tidak boleh poligini.

2. Tidak boleh ada rahasia dalam hal keuangan, keuangan harus terbuka.

3. Tidak boleh melarang keluar untuk beraktivitas di luar rumah jika dirinya menghendaki.

Dalam Tarajum sayyidat bait Nubuwwah menyebutkan, apabila salah satu syarat tersebut dilanggar, maka Sukainah bebas untuk menentukan pilihan gugat cerai atau berlanjut.

Kala itu, dalam perjalanan rumah tangganya, konon, suaminya (Zaid bin Umar Al-Utsmani) melanggar perjanjian pertama. Yakni, suaminya berhubungan intim dengan perempuan lain. Lantas, Sukainah mengajukan gugat cerai kepada hakim.

Sumber: Buku Perempaun Ulama di Atas Panggung Sejarah karya KH. Husein Muhammad


(ACF)