Asyura: Puasa Sehari, Ampunan Setahun

Oase.id - Setiap tahun, ketika bulan Muharram datang, ada satu hari yang selalu istimewa bagi kaum muslimin: hari Asyura, yakni tanggal 10 Muharram. Di sebagian masyarakat, hari ini kerap disebut “puasa penuh berkah”, karena diyakini bisa menghapus dosa setahun yang lalu. Tapi dari mana asal muasal keistimewaan hari ini? Dan bagaimana cara puasa Asyura yang benar menurut tuntunan Nabi ﷺ?
Warisan dari Nabi Musa ‘alaihissalam
Saat Rasulullah ﷺ hijrah ke Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Ketika ditanya, mereka menjelaskan bahwa hari itu adalah hari ketika Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya dari kejaran Firaun. Sebagai bentuk rasa syukur, mereka berpuasa pada hari itu.
Rasulullah ﷺ lalu bersabda,
“Kami lebih berhak atas Musa daripada kalian.”
Kemudian beliau pun berpuasa dan menganjurkan para sahabat untuk ikut berpuasa.
(Referensi: Shahih Muslim, dijelaskan dalam artikel Muslim.or.id)
Sejak saat itulah, umat Islam mengenal puasa Asyura. Bahkan sebelum hijrah pun, orang-orang Quraisy sudah mengenalnya, dan Rasulullah ﷺ juga pernah berpuasa Asyura saat masih di Makkah.
Menghapus Dosa Setahun yang Lalu
Puasa Asyura bukan hanya puasa biasa. Rasulullah ﷺ memberikan kabar gembira:
“Puasa pada hari Asyura, aku berharap kepada Allah dapat menghapus dosa-dosa setahun yang lalu.”
(HR. Muslim)
Sungguh luar biasa, hanya dengan berpuasa sehari, Allah memberikan pahala yang bisa menghapus dosa kecil selama satu tahun. Tentu saja, dosa besar tetap memerlukan taubat khusus. Tapi betapa Allah Maha Pemurah terhadap hamba-Nya yang mau beribadah dengan ikhlas.
Tidak Sendiri, Ajak Tasu’a
Meski keutamaan puasa Asyura sangat besar, Rasulullah ﷺ tidak ingin umat Islam menyamai tradisi Yahudi. Karena itu, beliau menganjurkan untuk juga berpuasa sehari sebelumnya, yaitu pada tanggal 9 Muharram, yang dikenal sebagai hari Tasu’a.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata:
“Rasulullah ﷺ bersabda: 'Jika aku masih hidup sampai tahun depan, pasti aku akan berpuasa juga pada tanggal sembilan (Tasu’a).’” (HR. Muslim)
Sayangnya, beliau wafat sebelum sempat melaksanakan niat itu. Namun dari sabda ini, ulama menyimpulkan bahwa yang paling utama adalah puasa pada 9 dan 10 Muharram, untuk menyelisihi kebiasaan orang Yahudi.
Tiga Cara Puasa Asyura
Para ulama menyusun tiga tingkatan puasa Asyura:
Paling sempurna: puasa tanggal 9, 10, dan 11 Muharram.
Tingkatan pertengahan: puasa tanggal 9 dan 10.
Tingkatan minimal: hanya puasa tanggal 10.
Imam Ahmad bahkan menyarankan menambahkan puasa tanggal 11 untuk menghindari kesalahan perhitungan awal bulan, serta untuk menyempurnakan ibadah tiga hari dalam sebulan.
Apakah Wajib?
Jawabannya: tidak. Puasa Asyura bukan puasa wajib, melainkan sunnah mu’akkadah, yakni sangat dianjurkan. Bahkan Rasulullah ﷺ pernah mewajibkannya sebelum puasa Ramadhan disyariatkan, namun kemudian statusnya berubah menjadi sunnah.
Jadi, tak mengapa jika seseorang tidak berpuasa Asyura. Tapi alangkah sayangnya melewatkan kesempatan langka ini hanya karena malas atau lupa.
Bukan Hari Berkabung
Perlu diingat, ada sebagian orang menganggap hari Asyura sebagai hari duka karena bertepatan dengan gugurnya cucu Nabi ﷺ, Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhu, dalam tragedi Karbala. Tapi Rasulullah ﷺ dan para sahabat tidak pernah menjadikan hari Asyura sebagai hari berkabung atau perayaan khusus, selain menunaikan puasa.
Karena itu, menjadikan Asyura sebagai hari ratapan, pawai, atau ritual tertentu yang tidak ada tuntunannya, tidak sesuai dengan ajaran Nabi.
Asyura bukan hanya tanggal dalam kalender Hijriyah. Ia adalah momen penuh rahmat, peluang emas untuk menyucikan diri, dan sarana menghidupkan kembali semangat mengikuti jejak Rasulullah ﷺ. Di tengah dunia yang penuh kesibukan, puasa satu hari yang sederhana ini bisa menjadi tiket menuju pengampunan besar dari Allah.
Jadi, apakah kamu sudah bersiap menyambut tanggal 10 Muharram tahun ini?(rumaysho,muslim,almanhaj)
(ACF)