Sekelumit Kisah Legenda NBA Kareem Abdul-Jabbar Memeluk Islam

N Zaid - Mualaf 15/08/2025
Kareem Abdul-Jabbar. Foto: Ist
Kareem Abdul-Jabbar. Foto: Ist

Oase.id - Kisah atlet bintang dunia memeluk Islam selalu menarik untuk disimak. Selain nama Muhammad Ali, satu nama dari panggung basket yang menarik perhatian adalah Kareem Abdul-Jabbar. Legenda NBA kelahiran 16 April 1947 yang top di era 70-80'an ini diketahui menjadi mualaf saat usianya 24 tahun.

Di mata dunia, Lew Alcindor adalah bintang muda NBA yang luar biasa. Pada usia 24 tahun, ia sudah membawa Milwaukee Bucks menjuarai liga pada tahun 1971. Namun, di balik sorak-sorai penonton dan sorotan kamera, ada kegelisahan yang tidak pernah bisa ia sembunyikan. Ia merasa ada sesuatu yang hilang—sebuah pencarian identitas, akar, dan makna hidup yang lebih dalam.

Di tahun yang sama, dunia dikejutkan oleh pengumuman bahwa sang MVP NBA resmi mengubah namanya menjadi Kareem Abdul-Jabbar. Nama baru itu memiliki arti “yang mulia, hamba Sang Maha Kuasa”. Bagi Kareem, perubahan nama bukan sekadar simbol, melainkan langkah besar meninggalkan masa lalu yang menurutnya sarat dengan warisan penindasan. Nama “Alcindor” ia warisi dari pemilik budak Prancis, dan setiap kali disebutkan, ia merasa terikat pada sejarah kelam perbudakan yang menimpa nenek moyangnya.

Inspirasi besar datang dari kisah Malcolm X dan juga kesadarannya bahwa banyak budak Afrika yang dibawa ke Amerika berasal dari keluarga Muslim. Bagi Kareem, memeluk Islam berarti menghubungkan dirinya kembali dengan akar warisan Afrika yang lama tercerabut. Ia mengaku: “Islam menjawab keinginan saya untuk menemukan jati diri sekaligus memberi jalan menghadapi ketidakadilan rasial.”

Perjalanan spiritualnya tidak sebentar. Ia dibimbing oleh Hamaas Abdul Khaalis, seorang pemimpin gerakan Hanafi, untuk memahami Islam lebih dalam. Kareem bahkan mengorbankan kenyamanannya demi belajar. Pada tahun 1973, ia melakukan perjalanan ke Libya dan Arab Saudi, mendalami bahasa Arab, agar bisa membaca Al-Quran langsung dari sumbernya. Semakin dalam ia belajar, semakin yakin hatinya bahwa inilah jalan yang benar.

Meski banyak orang menganggap keputusannya bernuansa politik, Kareem menolak anggapan itu. Baginya, Islam adalah sesuatu yang sangat personal. Dalam sebuah wawancara ia menegaskan: “Islam is a very personal thing. I never did it to be political.”

Kini, puluhan tahun setelah langkah besarnya, Kareem tetap konsisten menjalani hidup sebagai seorang Muslim. Ia bahkan menulis sebuah refleksi berjudul My Very Muslim Christmas di majalah Time (2015), di mana ia berbicara tentang bagaimana kenangan masa kecilnya sebagai Katolik tetap hidup, tetapi kini dipandang melalui lensa Islam. Bagi Kareem, pengalaman itu justru mengajarkan toleransi dan rasa hormat antaragama di tengah dunia yang kian terpecah.


(ACF)
TAGs: Mualaf