Tak Cukup Modal Cinta, Ini yang Perlu Kamu Siapkan ketika Ingin Menikah

Sobih AW Adnan - Resensi 04/04/2020
Photo by Padli Pradana from Pexels
Photo by Padli Pradana from Pexels

Oase.id- Pernikahan bisa saja menjelma sesuatu yang gampang, mungkin juga mewujud perkara yang rumit. Pernikahan, bukan sekadar persoalan suka sama suka, alias bermodal rasa cinta belaka. 

Perlu komunikasi yang matang. Dan kematangan itu sangat mustahil hadir jika hanya dilakoni sebelah pihak saja.

Inilah sekelumit pesan yang terkandung dalam buku "Pahami Sebelum Sesali". Catatan yang ditulis Nurul Hidayati dan Khasbi Faqih setebal 170 halaman ini mengajak para pembaca untuk mendeteksi perbedaan yang dimiliki sepasang kekasih sebelum memutuskan lanjut ke kursi pelaminan. 

"Menikah bukan hanya bicara soal cinta. Di dalamnya; ada harapan, masa depan, keberlanjutan suatu kehidupan, juga peradaban. Pakailah jembatan hati dan logika untuk mematangkan pertimbangan," tulis sepasang suami istri itu, sebagaimana ditemukan sebagai pembuka di halaman 06. 

Masing-masing individu, tulis mereka, nyaris pasti memiliki perbedaan. Perkaranya, bagaimana cara mengolah ketidak-samaan itu agar menjadi sebuah peluang, bukan malah menjadi penghalang dan ancaman perpisahan. 

Terlebih dalam sebuah pernikahan, perbedaan itu termasuk pada skala lebih besar, yakni keragaman tradisi dan pengalaman hidup masing-masing keluarga calon pasangan. 

 

"Perkara utama yang penting untuk dilakukan adalah mengenal diri sendiri sebelum mengenali pasangan. Ingat! Jangan terbalik. Pahami dulu keluargamu, baru dapat memahami keluarga si calon suami atau istri," tuang penulis dalam halaman 08. 

Melalui cara penyampaian yang ringan, buku ini mencoba mengurai problematika yang dihadapi calon pengantin satu-per satu. 


Bukan soal salah benar

Penulis buku ini sedari awal telah mewanti-wanti bahwa karya yang disuguhkannya bukanlah semacam tips and trick untuk mendapatkan pasangan secara cepat. Akan tetapi, mereka hanya menggaransi bahwa "Pahami Sebelum Sesali" merupakan sebendel pengalaman yang -barangkali- layak dipertimbangkan ketika seseorang sudah merasa waktunya memilih pasangan untuk menjalani biduk rumah tangga.

Baca: Doa untuk Kebaikan Pengantin 

 

Ada banyak faktor risiko dari perbedaan tersebut bisa sedikit direduksi. Para ulama terdahulu sudah berpesan, timbanglah atau putuskanlah pilihan pada calon pasangan yang cenderung setara dari mulai keyakinan, sampai status sosial.

Kesepadanan ini kerap disebut dengan istilah sekufu. Yakni, sepadan dalam hal agama, nasab atau keturunan, rupa kecantikan pun ketampanan, lingkungan, juga usia.

"Akan tetapi, jika kita terlalu idealis dalam urusan memilih pasangan sehingga mesti sekufu dalam segala hal, tentu akan sangat sulit. Atau jika memungkinkan, nyaris pasti membutuhkan waktu lama untuk menemukan sang jodoh," tulis mereka dalam halaman 33.

Jalan keluarnya adalah dengan mempertimbangkan calon pasangan dengan takaran yang realistis. Apa sebab? Karena sekufu tidak sekufu dalam rumah tangga, jika tidak mampu mengolahnya dengan apik, tetap saja akan menghadirkan kecanggungan, bahkan melahirkan masalah yang mungkin hadir di setiap harinya.

Betapapun sepadannya, masing-masing dari pasangan itu membawa perbedaan sejak di awal. Yang perlu dicatat, perbedaan yang biasanya bersumber dari kebiasaan dan pengalaman hidup itu bukan hanya menyasar pada hal-hal yang prinsipil dan berat. 

"Contoh gampang ihwal perbedaan ringan yang kerap terjadi misalnya pola kebiasaan menaruh handuk dan baju kotor setiap usai mandi. Tentu, yang namanya pola kebiasaan, tida melulu tentang salah dan benar. Barangkali, hanya berkait-paut dengan rasa nyaman dan standar masing-masing individu," terang buku tersebut dalam halaman 51.

Apabila si calon pasangan sudah mampu secara bijak perbedaan-perbedaan yang dianggap receh, asal dibicarakan dengan penuh keterbukaan, niscaya akan mampu beranjak pandai dalam mengurai persoalan-persoalan yang lebih substansial.

embed

Photo by Sobih Adnan

 

Cinta dan pernikahan

Meskipun begitu, cinta dalam sebuah pernikahan tetap dibutuhkan. Yang digaris-bawahi dalam buku ini adalah saran agar tidak membiarkan cinta berjuang sendirian. Ia, perlu ditemani sebuah sudut pandang penting bernama logika.

Baca: Berkenalan dengan Nikah Institute: Start Up Pendidikan Pranikah


Tugas pertama dari calon pengantin, sebenarnya bukan langsung melompat untuk menyesuaikan diri dengan si calon pasangan. Akan tetapi, terlebih dahulu ia harus mampu menikahkan dua hal berbeda yang ada dalam dirinya sendiri. Yakni, mengorkestrasi rasa cinta dan berpikir realistis dengan baik.

"Sehingga saat harus jatuh cinta, kita tetap berada pada hal-hal yang waras, logis, dan realistis," tulis mereka sebagaimana tertera di halaman 111.

Masih di halaman yang sama, buku "Pahami Sebelum Sesali" menggambarkan bahwa dari perpaduan cinta, kadang muncul harapan-harapan istimewa. Nah, fungsi keterlibatan logika adalah agar pasangan calon pengantin tidak benar-benar kecewa ketika mendapatkan hasil yang berbeda dengan apa yang sudah diimpikan sebelumnya.

Sudah banyak pengalaman membuktikan, harapan yang jauh hari sudah tersusun malah mewujud tidak sesuai ekspektasi saat masa-masa baru berkenalan, terlebih pacaran. Lantas, muncullah sebuah pernyataan, menikah tak seindah yang dibayangkan.

Menurut "Pahami Sebelum Sesali" hal itu tidak bakal hadir jika harapan-harapan yang dibangun masih dalam kadar realistis, disertai ikhtiar yang kuat, serta semuanya berpusat pada keridaan Allah Swt.

"Harapan yang dibangun suami-istri, sifatnya tidak paten. Karena masih banyak faktor yang mungkin membuat hancur harapan tersebut. Allahlah Sang Maha Pemberi Harapan, sekaligus tempat kita berharap," tulis "Pahami Sebelum Sesali" masih dalam lembar yang sama.

Yang tak kalah menarik, buku ini tidak hanya berisi uraian problematika rumah tangga berbasis pengalaman. Akan tetapi, di bagian akhir dimaktubkan juga aneka nasihat-nasihat pernikahan yang pernah diungkapkan para tokoh dan ulama, serta tuntunan tahap bertahap menuju mahligai rumah tangga melalui sekelumit fikih nikah.

Selamat membaca!


(SBH)
TAGs: Resensi