Lestarikan Manuskrip Keislaman di Pesantren Jawa Timur Lewat Metode Digitalisasi

Achmad Firdaus - Teknologi dan Internet 14/04/2021
Gambar oleh Kevin Amrulloh dari Pixabay
Gambar oleh Kevin Amrulloh dari Pixabay

Oase.id - Menyambut bulan suci Ramadhan, Pusat Studi Pesantren (PSP) Institut Agama Islam Qomaruddin Gresik berinisiatif untuk melakukan kegiatan pelestarian manuskrip keislaman melalui metode digitalisasi. Program digitalisasi ini dilaksanakan selama bulan Ramadhan 1442 H, yakni sejak 9 hingga 17 April 2021.

Kegiatan ini dilaksanakan atas kerja sama dengan program Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia (DREAMSEA) yang dikelola oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta Centre for the Study of Manuscript Culture (CSMC) University of Hamburg.

Ketua PSP, Mohamad Anas dalam rilis yang diterima Oase.id, menerangkan bahwa manuskrip-manuskrip yang didigitalisasi merupakan karya yang ditulis oleh para ulama di Gresik, Jawa Timur, sejak tahun 1740. Jumlahnya mencapai 74 jilid manuskrip. Sebelumnya, manuskrip-manuskrip tersebut disimpan oleh sejumlah keturunan pendiri Pondok Pesantren Qomaruddin, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik.

Setelah didigitalisasi, ungkap Anas, manuskrip-manuskrip tersebut akan dikumpulkan menjadi satu koleksi utama di lingkungan pesantren. Adapun tempat dilaksanakannya program ini dipusatkan di Gedung Pondok Pesantren Qomaruddin dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Academic Expert DREAMSEA, Agus Iswanto, mengatakan, selama sembilan hari pihaknya akan berupaya untuk menghasilkan 5.500 halaman manuskrip digital. Selain mendigitalisasi, Agus juga mendampingi pihak pesantren mengungkap kandungan isi dalam manuskrip-manuskrip keislaman tersebut.

Secara umum, manuskrip koleksi Pondok Pesantren Qomaruddin menunjukkan ragam aktivitas literasi keislaman yang pernah terjadi di masa silam. Para ulama menuliskan karya-karyanya dalam berbagai bahasa seperti Arab, Melayu, dan Jawa yang tercermin dalam beragam aksara seperti Arab, Jawi, dan Pegon.

Sementara, keragaman juga tercermin dalam bahan manuskrip yang digunakan seperti kulit hewan, kertas dluwang, dan kertas Eropa. 

Agus yang juga Peneliti Balai Litbang Agama Semarang menambahkan, hasil digitalisasi manuskrip Pondok Pesantren Qomaruddin ini akan tersedia dalam sebuah database manuskrip Asia Tenggara yang dikelola oleh DREAMSEA.

Dalam database tersebut, untuk menghindari penyalahgunaan data, manuskrip-manuskrip digital tersebut hanya bisa dibaca secara daring tanpa harus mengunduh data manuskripnya. Selain itu, pihak pesantren sebagai pemilik manuskrip juga akan mendapatkan salinan data manuskrip digitalnya. Hal ini tentu saja sangat membantu jika pihak pesantren memiliki rencana untuk pengembangan perpustakaan digital manuskrip secara mandiri.

Muhammad Nawawi, Ketua Yayasan Pondok Pesantren Qomaruddin, menyambut baik inisiatif pelestarian karya ulama di lingkungannya. Digitalisasi akan membuat karya-karya ulama pesantren menjadi lebih mudah diakses oleh masyarakat umum tanpa harus merusak fisik manuskripnya. Sehingga, pihaknya berharap, melalui program ini akan menambah semarak kajian keislaman yang menjadi ciri khas pesantren.


(ACF)