Tafsir Al-Mishbah: Jerit Putus Asa Para Penghuni Neraka

Sobih AW Adnan - Alquran 28/04/2020
Photo by Andy Watkins on Unsplash
Photo by Andy Watkins on Unsplash

Oase.id- Ada surga, ada neraka. Begitulah cara Al-Qur'an memberikan petunjuk sekaligus peringatan kepada umat manusia.

Menurut pakar tafsir Al-Qur'an Prof. KH Muhammad Quraish Shihab, di dalam kitab suci, tak jarang pembahasan dan penggambaran tentang surga diikuti oleh ayat yang menerangkan tentang pedihnya siksa neraka.

Hal ini, bertujuan agar manusia sadar atas jalan yang ditempuhnya itu lurus, atau keliru. 

"Seakan-akan Al-Qur'an menghidangkan pilihan. Kalau baik, surga, kalau tidak, mari dengarkan betapa pedihnya penderitaan di neraka," jelas Prof Quraish dalam program Tafsir Al-Mishbah di Metro TV, Senin, 27 April 2020.

Salah satu contoh perbandingan itu persis yang dimaktub dalam QS. Az-Zukhruf: 74. Setelah ayat-ayat sebelumnya menceritakan kenikmatan dan kegembiraan yang diraih orang-orang saleh di surga, ayat tersebut menyambung dengan penggambaran suasana di neraka.

إِنَّ ٱلْمُجْرِمِينَ فِى عَذَابِ جَهَنَّمَ خَٰلِدُونَ 

 

"Sesungguhnya orang-orang yang berbuat dosa dengan melakukan kekufuran dan maksiat berada di dalam siksa neraka Jahanam pada hari Kiamat, mereka tinggal di dalamnya selamanya."

 

Siksa neraka

Pak Quraish menjelaskan, pada ayat ke-74 QS. Az-Zukhruf tersebut, Allah Swt menyebut kata Al-Mujrimin. Lafaz itu, kata pendiri Pusat Studi Al-Qur'an (PSQ) tersebut, tidak hanya dimaknai sebagai orang-orang yang berbuat dosa dan melakukan kekufuran dengan kadar biasa, akan tetapi, menyasar pada orang-orang yang sudah benar-benar terbiasa melakukan kejahatan. 

Baca: Tafsir Al-Mishbah: Beda Kegembiraan di Dunia dan di Surga

 

"Al-mujrimin, Orang-orang yang mantap kedurhakaannya. Mereka berada di dalam siksa, bukan cuma disiksa. Perbedaanya, kata 'Di dalam" menunjukkan keseluruhan wujudnya. Contoh, kalimat 'Tangannya terbakar,' maka belum tentu kakinya ikut terkena api. Tetapi jika dikatakan 'Dia berada di dalam kobaran api,' niscaya bermakna secara keseluruhan," terang Prof Quraish. 

Orang-orang itu, berada dalam siksaan Jahannam secara kekal, selamanya, tanpa adanya batas waktu. Sampai-sampai, muncul perasaan putus asa, seperti yang dijelaskan dalam ayat 75;

لَا يُفَتَّرُ عَنْهُمْ وَهُمْ فِيهِ مُبْلِسُونَ 

"Tidak diringankan azab itu dari mereka dan mereka di dalamnya berputus asa."

 

Terhina

"Siksa mereka tidak diringankan dan dikurangi, sehingga mereka putus asa. Lafaz 'Mublisun' itu seakar kata dengan 'Iblis' bermakna; yang berputus asa. Itu makanya, akibat kedurhakaan dan kejahatan yang dilakukannya, Allah Swt memurkai Iblis dan dia menjadi makhluk yang berputus asa," jelas Pak Quraish.

Makna penting dalam rangkaian ayat ini adalah keberadaan mereka menerima siksa, bukanlah menunjukkan bahwa Allah menganiaya mereka. Justru merekalah yang telah menganiaya dirinya sendiri karena tidak taat kepada Allah Swt selama di dunia. 

Akibat kepedihan yang selalu mereka terima itulah, terang Prof Quraish, mereka sampai-sampai berkeinginan agar Allah Swt berkenan mematikan mereka dengan harap bisa terlepas dari siksaan-siksaan yang menderanya.

وَنَادَوْا۟ يَٰمَٰلِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ ۖ قَالَ إِنَّكُم مَّٰكِثُونَ 

"Mereka berseru; "Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja". Dia menjawab; "Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)." (QS.Az-Zukhruf: 77)

Baca: Tafsir Al-Mishbah: Mengapa Al-Qur'an Berbahasa Arab?

 

Penghuni neraka, hanya bisa menyampaikan keinginannya melalalui Malaikat Malik, penjaga neraka. Mereka, dihilangkan dari kenikmatan memandang wajah Allah dan berbicara dengan-Nya. 

"Memandang wajah Allah Swt adalah sebuah kenikmatan surga. Berbicara dengan seseorang terhormat pun tidak sembarang, apalagi dengan Allah Swt. Mereka berada dalam konsidi yang sangat terhina, memohon kepada Tuhan pun tidak diberi kesempatan untuk melihat dan berbicara," kata Pak Quraish.

"Selama di dunia, dakwah agama datang padanya, bukan mereka yang mendatangi agama. Rasulullah yang datang, bukan kamu yang mendekat. Dan mereka ini, tidak hanya tidak senang terhadap Islam dan Rasulullah Muhammad Saw, tapi melakukan tipu daya untuk menggagalkan agamnaya," tambah Prof Quraish. 


(SBH)
TAGs: Alquran