Pendapat Untuk Menjauhi Pakaian Bergambar Simbol Syaitan

N Zaid - Agama 10/08/2022
Ilustrasi. Pixabay
Ilustrasi. Pixabay

Oase.id - Islam memerintahkan setiap muslim berbusana untuk menjadikannya penghias tubuh. Ada pun kriteria pakaian yang dianjurkan adalah menutup aurat sesuai syariat yang berlaku. Pakaian yang dikenakan seorang muslim juga hendaknya pakaian yang lumrah di tengah masyarakat.

Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat.( Al-Araf 26)

Pakaian saat ini lebih beragam jenisnya. Mulai dari gamis, kemeja,  sampai kaus. Meski dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ, menggunakan gamis atau jubah, namun tidak ada larangan untuk menggunakan selainnya, karena jenis dan model pakaian hukumnya mubah, kecuali yang dilarang syariat seperti terbuat dari sutera (untuk laki-laki), atau mengandung unsur yang melanggar syariat lain.

Salah satu pakaian yang terlarang untuk dikenakan adalah yang memiliki lambang salib, atau simbol-simbol agama lain karena dinilai sebagai tindakan mensyiarkan kekafiran. Kemudian,  yang menjadi perhatian adalah jenis pakaian yang bergambar simbol-simbol iblis atau syaitan, seperti tengkorak dan semacamnya.

Pendapat yang menyatakan larangan bagi muslim untuk mengenakan pakaian bergambar, atau dimaknai memiliki simbol iblis seperti gambar tengkorak, iblis, hantu simbol pentagram atau angka 666, disandarkan kepada hadits bahwa adanya perintah muslim untuk meminta perlindungan dari syaitan dan bala tentaranya. 

"Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku." (Q.S. Al-Mu'minun: 97-98).

Pendapat yang meyakini menggunakan pakaian bersimbol syaitan atau iblis sebaiknya dihindari didasari pada kekhawatiran, bahwa itu sebagai bentuk pengagungan terhadap syaitan atau iblis. Disadari atau tidak disadari. Hal ini jelas bertentangan dengan syariat karena  Allah sudah berfirman bahwa kedua mahluk itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. Bagaimana mungkin, seorang muslim justru memamerkan atau bangga mengenakan sesuatu yang diasosiasikan sebagai iblis ataupun setan. 

“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah berhasil mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga.” [al-A’râf/7: 27]

“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh nyata bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” [Fâthir/35:6].

Dikutip dari Almanhaj, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengomentari ayat di atas, “Perintah Allâh untuk menjadikan syaitan sebagai musuh ini sebagai peringatan agar (manusia) mengerahkan segala kemampuan untuk memerangi dan melawannya. Sehingga syaitan itu seolah-olah musuh yang tidak pernah berhenti dan tidak pernah lalai”. [Zâdul Ma’âd, III/6]

Seperti halnya dalam kehidupan, seseorang tidak akan rela mengagungkan musuhnya dalam bentuk apapun.  Sebaliknya, seorang  yang menyukai sesuatu atau mengidolakannya, biasanya  memamerkannya dalam berbagai atribut, termasuk pakaian.

Dengan keumuman itu, seorang muslim tentu tidak patut menunjukkan sikap membangga-banggakan simbol iblis dan syaitan, dengan memamerkan simbol-simbolnya.  Seorang muslim justru harus menunjukkan sikap permusuhan seterang-terangnya kepada syaitan atau iblis. Karena bisa jadi  sikap ‘pertemanan’ terhadap iblis itu menjadi pertanda suatu keadaan berbahaya  sedang berlangsung pada seseorang terkait keadaan agamanya.

“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Rabb yang Maha Pemurah (al-Qur’ân), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. [az-Zukhruf/43: 36]


(ACF)
TAGs: Agama