15 Bentuk Kekerasan Seksual Menurut Komnas Perempuan 

Siti Mahmudah - Kekerasan seksual Perempuan muslim Hukum Islam 05/01/2022
Perempuan muslim (Gambar oleh Pezibear dari Pixabay)
Perempuan muslim (Gambar oleh Pezibear dari Pixabay)

Oase.id - Sama halnya dengan laki-laki, Agama Islam memandang kaum perempuan setara bahkan memuliakannya. Hal tersebut terbukti tidak hanya tercantum di dalam ayat suci Al-Quran, namun juga melalui perlakuan Rasulullah ﷺ terhadap kaum perempuan, dan hak-hak kaum perempuan.

Namun, belakangan ini banyak berita di media massa yang justru sangat bertentangan dengan ajaran Islam tentang bagaimana kita memuliakan perempuan. Kasus kekerasan seksual tengah marak diperbincangkan.

Komnas perempuan mencatat, ada 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode Januari sampai Juli 2021. Angka tersebut cukup melampaui catatan tahun 2020 yang hanya kurang lebih 2.400 kasus. Sementara, jumlah pengaduan kasus pada tahun 2020 naik 68 persen dibandingkan dengan tahun 2019 sekitar 1.419 kasus. 

Kekerasan seksual ini menjadi lebih sulit untuk diungkap dan ditangani, karena sering dikaitkan dengan konsep moralitas masyarakat. Perempuan dianggap sebagai simbol kehormatan dan kesucian, karena itu dipandang aib ketika mengalami kekerasan seksual. Misalnya, perkosaan.  Ini yang membuat perempuan sebagai korban seringkali diam dan bungkam.

Untuk bersikap hati-hati dan mengetahui apa saja bentuk-bentuk kekerasan seksual, berikut Oase.id memaparkan hasil temuan Komnas perempuan selama 15 tahun (1993-2013), yaitu sebagai berikut.

1. Perkosaan

Perkosaan adalah serangan dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual dengan memakai penis kea rah vagina, anus atau mulut korban. Bisa juga menggunakan jari tangan atau benda-benda lainnya. Serangan dilakukan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, penahanan, tekanan psikologis, penyalahgunaan kekuasaan, atau dengan mengambil kesempatan dari lingkungan yang penuh paksaan.

2. Intimidasi seksual

Intimidasi seksual termasuk ancaman dan percobaan perkosaan. 
Maksudnya adalah tindakan yang menyerang seksualitas untuk menimbukan rasa takut atau penderitaan psikis pada perempuan korban. Intimidasi seksual bisa disampaikan secara langsung maupun tidak langsung melalui surat, sms, email, dan lain sebagainya. Ancaman atau percobaan perkosaan juga bagian dari intimidasi seksual.

3. Pelecehan seksual

Biasanya tindakan seksual ini dilakukan lewat sentuhan fisik maupun non fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Misalnya, menggunakan siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual, sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman, tersinggung, direndahkan atau menyebabkan masalah keselamatan dan kesehatan.

4. Ekploitasi seksual

Ekploitasi seksual merupakan tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang timpang atau penyalahgunaan kepercayaan, untuk tujuan kepuasan seksual, maupun untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk uang, sosial, politik dan lainnya. Praktik eksploitasi yang kerap ditemukan adalah menggunakan kemiskinan perempuan, sehingga masuk dalam prostitusi atau pornografi. Praktik lainnya, tindakan mengiming-imingi perkawinan untuk memperoleh layanan seksual dari perempuan, lalu ditelantarkan.

5. Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual

Bisa disebut dengan tindakan merekrut, mengangkut, menampung, mengirim, memindahkan, atau menerima seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau pemberian bayaran atau pemberian bayaran atau manfaat terhadap korban secara langsung maupun orang lain yang menguasainya. Tujuannya, untuk prostitusi ataupun ekploitasi seksual lainnya. Perdagangan perempuan dapat terjadi di dalam negara maupun antar negara sekali pun.

6. Prostitusi paksa

Kondisi dimana perempuan mengalami tipu daya, ancaman maupun kekerasan untuk menjadi pekerja seks. Keadaan ini dapat terjadi pada masa rekrutmen maupun untuk membuat perempuan tersebut tidak berdaya untuk melepaskan dirinya dari prostitusi, misalnya dengan penyekapan, penjeratan utang, atau ancaman kekerasan. 

7. Perbudakan seksual

Situasi dimana pelaku merasa menjadi pemilik atas tubuh korban, sehingga berhak untuk melakukan apapun termasuk memperoleh kepuasan seksual melalui pemerkosaan atau bentuk lain kekerasan seksual. Perbudakan ini mencakup situasi dimana perempuan dewasa atau anak-anak dipaksa menikah, melayani rumah tangga bentuk kerja paksa lainnya, serta berhubungan seksual dengan penyekapnya.

8. Pemaksaan perkawinan termasuk cerai dan gantung

Pemaksaan perkawinan dimasukkan ke dalam jenis kekerasan sekusal, karena menjadi bagian tidak terpisahkan dari perkawinan yang tidak diinginkan. Ada beberapa praktik di mana perempuan terikat perkawinan di luar kehendaknya sendiri. Pertama, ketika perempuan merasa tidak memiliki pilihan lain kecuali mengikuti kehendak orang tuanya agar dia menikah, sekali pun bukan dengan orang yang diinginkan atau bahkan dengan orang yang tidak dikenali. Situasi ini disebut kawin paksa.

Kedua, praktik memaksa korban perkosaan menikahi pelaku. Pernikahan itu dianggap mengurangi aib akibat perkosaan yang terjadi. Ketiga, praktik cerai gantung yaitu ketika perempuan dipaksa untuk terus berada dalam ikatan perkawinan, padahal ia ingin bercerai. Keempat, praktik kawin cina buta, yaitu memaksakan perempuan untuk menikah dengan orang lain untuk satu amalm dengan tujuan rujuk dengan mantan suaminya setelah talak tiga. Praktik ini dilarang agama, namun masih ditemukan id berbagai daerah.

9. Pemaksaan kehamilan

Situasi ketika perempuan dipaksa, dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan, untuk melanjutkan kehamilan yang tidak dia kehendaki. Misalnya, dialami oleh perempuan korban perkosaan yang tidak diberikan pilihan lain kecuali melanjutkan kehamilannya. Juga, ketika suami menghalangi istrinya untuk menggunakan kontrasepsi sehingga perempuan itu tidak dapat mengatur jarak kehamilannya.

10. Pemaksaan aborsi

Pemaksaan aborsi merupakan pengguguran kandungan yang dilakukan karena adanya tekanan, ancaman, maupun paksaan dari pihak lain.

11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi

Maksudnya, pemaksaan ketika pemasangan alat kontrasepsi  tanpa persetujuan dari perempuan, karena ia tidak mendapat informasi yang lengkap ataupun dianggap tidak cakap hukum untuk dapat memberikan persetujuan. Contohnya, pemaksaan pada perempuan dengan HIV/AIDS, alasannya mencegah kelahiran anak dengan HIV/AIDS. Tidak hanya itu, pemaksaan ini juga dialami perempuan penyandang disabilitas, utamanya tuna grahita, yang dianggap tidak mampu membuat keputusannya sendiri, rentan perkosaan. Oleh karenanya dapat mengurangi beban keluarga untuk mengurus kehamilannya.

12. Penyiksaan seksual

Penyiksaan seksual bisa dikenal sebagai tindakan khusus menyerang organ dan seksualitas perempuan, yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan hebat, baik jasmani, rohani maupun seksual. Juga, bisa dilakukan untuk mengancam atau memaksanya atau orang ketiga, berdasarkan pada diskriminasi atas lasa apapun.

13. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual

Cara menghukum yang meyebabkan penderitaan, kesakitan, ketakutan, atau rasa malu yang luar biasa yang tidak bisa tidak termasuk dalam penyiksaan. Ia termasuk hukuman cambuk dan hukuman-hukuman yang mempermalukan atau untuk merendahkan martabat manusia karena dituduh melanggar norma-norma kesusilaan.

14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan perempuan

Biasanya karena kebiasaan masyarakat dengan alasan agama atau budaya, yang bernuansa seksual dan dapat menimbulkan cidera secara fisik, psikologis maupun seksual pada perempuan. Kebiasaan ini dapat pula dilakukan untuk mengontrol seksualitas perempuan dalam persfektif yang merendahkan perempuan. Salah satu contohnya adalah khitan perempuan.

15. Kontrol seksual termasuk melalui aturan diskriminatif alasan moralitas dan agama

Kontrol seksual mencakup berbagai tindak kekerasan maupun tidak langsung untuk mengancam atau memaksakan perempuan untuk menginternalisasi simbol-simbol tertentu yang dianggap pantas bagi perempuan baik-baik.  Juga, biasanya dilakukan lewat aturan yang memuat kewajiban busana, jam malam, larangan berada di tempat tertentu pada jam tertentu, larangan berada di satu tempat bersama lawan jenis tanpa ikatan kerabat atau perkawinan, serta aturan tentang pornografi yang melandaskan diri lebih pada persoalan moralitas daripada kekerasan seksual.


(ACF)