Cerita 2 Menantu di Balik Pembangunan Ka'bah

Sobih AW Adnan - Kisah Nabi dan Rasul 06/06/2020
Photo by abdurahman iseini on Unsplash
Photo by abdurahman iseini on Unsplash

Oase.id- Setelah Nabi Ismail As kian tumbuh dewasa, ia mesti rela kehilangan Siti Hajar, sang ibunda tercinta yang wafat di usia 90 tahun.

Beberapa tahun setelahnya, Ismail memutuskan segera berumah tangga. Ia menikahi putri salah satu elite kabilah Jurhum, Al-Juda binti Sa'd.

Al Mas'udi dalam Muruj adz Dzahab wa Maadin Al-Jauhar menceritakan, kala itu, Nabi Ibrahim As kembali tinggal di wilayah Palestina. Menetap bersama Siti Sarah, sang ayah lama-lama memendam kerinduan yang amat sangat kepada putranya.
 
Sekali waktu, muncul di benak Ibrahim niatan untuk bertandang ke rumah Ismail di Makkah.

 

Penyambutan

Rasa kangen tak lagi terbendung. Kepada Sarah, Nabi Ibrahim meminta izin menembus panasnya gurun jazirah. Perjalanan cukup berat pun dilalui Ibrahim. Tak sempat beristirahat, akhirnya ia tiba di kediaman putranya.

Baca: Mengapa Makkah Disebut Tanah Haram?

 

"Di mana suamimu?" tanya Nabi Ibrahim, kepada Al-Juda, menantunya.

"Dia sedang tidak ada di rumah. Ismail sedang pergi berburu," jawab sang menantu.

"Baiklah. Tapi, adakah yang bisa kau hidangkan untuk menghormati seorang tamu?" tanya Nabi Ibrahim.

"Tidak ada seorang pun di sini," jawab Al-Juda, setengah cuek.
 
Nabi Ibrahim menghela napas. Beliau dimunculi rasa kurang nyaman atas penyambutan sang menantu yang tampak dingin. Tak ada pilihan, Nabi Ibrahim langsung mohon diri dan meminta sang menantu menyampaikan salam kepada putranya.

 

Beda sikap

Hari sudah mulai petang. Nabi Ismail merasa cukup dalam perburuan dan berniat pulang ke kediaman. Namun, ketika memasuki pintu Makkah, dia mendengar orang-orang membicarakan cara penyambutan Al-Juda terhadap sang ayah.
 
Para tetangga mengeluh, sikap dingin Al-Juda tak layak ditiru.
 
Menerima kabar burung itu, Nabi Ismail mencoba mengkonfirmasi pelan-pelan kepada istrinya. Akan tetapi, Al-Juda kekeh tak merasa bersalah. Sikap sopan santun, dibilangnya tak perlu disajikan kepada tamu, termasuk ke hadapan mertuanya sendiri.
 
Atas perbedaan prinsip yang mencolok ini, akhirnya Nabi Ismail bermaksud berpisah dengan Al-Juda. Nabi Ismail kecewa, padahal ia pun memendam kerinduan serupa kepada sang ayah.

Baca: Cara Nabi Ibrahim Mencari Titik Pembangunan Ka'bah


 
Imam Ath-Thabari dalam Tarikh Al-Umam wa Al-Muluk mengisahkan, setelah bercerai dengan Al-Juda, beberapa tahun kemudian Nabi Ismail menikahi perempuan bernama Samah binti Muhalhil.
 
Samah, sebenarnya juga berasal dari keturunan kabilah yang sama. Namun, Ismail menilai, perempuan ini punya sikap lebih lembut dan penuh kesopanan.

"Ketika Samah menerima Nabi Ibrahim yang kembali berkunjung, ia lekas menyuguhinya roti dan susu. Melihat penyambutan yang hangat, Nabi Ibrahim pun mendoakan untuk kesejahteraan kota Makkah," tulis Ath-Thabari.
 
Setelah bersantap, Nabi Ibrahim As mengungkapkan maksud kedatangannya. Selain lantaran rindu, Ibrahim juga menceritakan bahwa sebuah wahyu telah datang kepadanya. Yakni, perintah Allah Swt agar ia mengajak putranya membangun ka'bah di atas pondasi yang sudah ditentukan sejak masa Nabi Adam As.
 
Mendengar kabar itu, orang-orang Jurhum lainnya meminta agar rumah-rumah mereka turut disinggahi Sang Nabi. Mereka memohon untuk ikut didoakan dan mendapat berkah.

 

Sumber: Disarikan dari kisah dan keterangan dalam Muruj adz Dzahab wa Maadin Al-Jauhar karya Ali bin Husein Al-Mas'udi, dan Tarikh Al-Umam wa Al-Muluk karya Abu Ja'far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari.


(SBH)