Beragama Harus Berbasis Ilmu Pengetahuan

Sobih AW Adnan - Corona (Covid-19) 04/05/2020
Photo by Satria SP on Unsplash
Photo by Satria SP on Unsplash

Oase.id- Selain sebagai ujian sabar bagi umat manusia, kehadiran pandemi korona (Covid-19) diyakini menyimpan berbagai hikmah. Di antaranya, menuntut umat Islam agar turut memberikan solusi demi terputusnya mata rantai persebaran virus mematikan itu.

Pakar Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia (UI) Ustaz Abdul Mutaali menjelaskan, salah satu bentuk sumbangsih terbaik dari para tokoh Muslim adalah dengan mencari dan menemukan kembali wacana serta dalil-dalil sejarah maupun fikih tentang pengalaman Islam dalam proses penanggulangan wabah.

Baca: 5 Sikap Nabi Menghadapi Wabah dan Penderita Penyakit Menular

 

"Jika para peneliti dan ahli di bidangnya sedang mati-matian mencari vaksin dan obat, maka tokoh Islam hendaknya mencari dalil dan argumentasi teks berbasis agama agar masyarakat yakin bahwa beragama tidak cukup emosional, beragama tidak bisa dibawa ke ranah perasaan," terang Abdul Mutaali dalam Dialog Ramadan 1441 H bertema "Urgensi Fiqh Covid-19" yang diselenggarakan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Nursiah Daud Paloh (NDP) - Media Group secara daring, Senin, 4 Mei 2020.

Hal ini, menurut Abdul Mutaali, menjadi kian penting lantaran masih banyaknya masyarakat yang sedikit kebingungan atau bahkan memperdebatkan anjuran beribadah di rumah selama pandemi berlangsung.

"Konfirmasi kondisi kekinian dengan dalil-dalil Al-Qur'an, hadis, dan bertanya kepada para ulama," terang sosok yang juga penulis buku "Fiqh Covid-19" tersebut.

Baca: Pernah Suatu Ketika, Cuma Nabi yang Tak Terserang Wabah

 

Meneladani misi Islam

Mempertentangkan protokol kesehatan dengan rutinitas beribadah yang biasa dilakukan di hari-hari sebelum pandemi, menurut Abdul Mutaali, bisa jadi karena kurangnya pengetahuan tentang konsep Islam rahmatan lil alamin. 

"Islam rahmatan lil alamin itu bukan hanya berarti rahmat untuk alam semesta. Akan tetapi, di dalam ruang seperti apapun, kehadiran Islam akan memberi solusi," kata dia. 

 

Lebih lanjut, dalam Islam dikenal dengan konsep yang menunjukkan tujuan-tujuan diturunkannya syariat. Paket prinsip yang biasa disebut maqashid asy-syariah itu terdiri dari hifdh al-nafs (menjaga jiwa), hifdh al-diin (menjaga agama), hifdh al-'aql (menjaga akal), hifdh al-nasl (menjaga keturunan), dan hifdh al-mal (menjaga harta).

Baca: Berdiam Diri di Rumah saat Terjadi Wabah Berpahala? Ini Dalilnya

 

"Dan yang menarik adalah, hifdh al-nafs atau menjaga jiwa selalu disebutkan pertama, sementara menjaga agama baru dianjurkan di level berikutnya. Karena, Islam memang selalu berbicara kemanusiaan dan keselamatan jiwa," kata dia.

Menilik sejarah diturunkannya Islam, agama yang dibawa Nabi Muhammad Saw ini pun pertama kali hadir sebagai respons atas maraknya pertikaian dan perpecahan antarsuku di tanah Arab. 

"Peperangan-peperangan itu kerap kali berimbas pada hilangnya nyawa seseorang. Jadi, menjaga nyawa manusia memang menjadi tujuan utama," kata dia.

"Begitu pun, aneka fatwa yang disampaikan para tokoh agama, ormas, dan pemerintah agar tidak beribadah di masjid dan memusatkan seluruh kegiatannya di rumah selama menghadapi pandemi ini juga bertujuan demi keselamatan jiwa bersama," tambah Abdul Mutaali.

Baca: Memaknai Hadis Tentang Tidak Adanya Penyakit Menular

 

Mesti dibarengi literasi

Direktur Pemberitaan Medcom.id Abdul Kohar, yang juga berkesempatan hadir sebagai narasumber mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia memang sedang mengalami peningkatan semangat beragama yang cukup pesat. 

"Akan tetapi, peningkatan semangat religiusitas itu mesti diperkuat dengan literasi," kata dia. 

Termasuk, dalam menghadapi pandemi Covid-19. Menurut Abdul Kohar, literasi mengenai sikap agama dalam kondisi ini perlu benar-benar dipastikan sampai hingga ke tingkatan paling lokal hingga bersentuhan secara langsung dengan masyarakat.

"Sudah berkali para ulama menjelaskan ada kaidah fikih dar'ul mafasid muqaddam ala jalbil masalih, menolak bahaya lebih utama ketimbang mengambil maslahat atau manfaat.Atau kaidah adh-dhararu yuzalu, bahaya harus dihilangkan. Akan tetapi, ada saja sebagian kelompok yang tetap memaksakan diri beribadah di masjid saat pandemi, ini tentu, karena kurangnya literasi," kata dia. 

Baca: Umar bin Khattab: Wabah Adalah Takdir, dan Menghindarinya Juga Takdir

 

Dia berpendapat, tokoh lokal seperti imam-imam masjid di kampung atau di desa-desa justru berperan sebagai sosok kunci dalam menyampaikan literasi di masyarakat. Mereka, cukup lihai dalam mencerna bahasa ke dalam bentuk narasi lebih akrab dan cenderung diadopsi oleh masyarakat yang dihadapinya. 

"Perumapamaan-perumpamaan sederhana menjadi penting sebagai bagian dari literasi. Karena memang, gairah beragama yang tinggi saat ini harus benar-benar dibarengi dengan literasi agar tidak terkesan terjadinya pertentangan antara Islam dan ilmu pengetahuan," kata dia.


(SBH)