Kisah Ketegaran Iman Puteri Pemimpin Quraisy Ramlah binti Abu Sufyan

N Zaid - Sirah Nabawiyah 25/10/2023
Ilustrasi. Pixabay
Ilustrasi. Pixabay

Oase.id - Ramlah binti Abu Sufyan adalah masalah besar bagi ayahnya Abu Sufyan bin Harb. Ia adalah aib keluarga dan membuat hidup Abu Sufyan terguncang. Karena Ramlah, ia kehilangan muka di komunitasnya. Harga dirinya terkoyak. Padahal Abu Sufyan adalah pemimpin, dia orang terhormat dan ditakuti di kumpulan orang musyrikin Makkah.

Tak pernah ia berpikir bahwa penentangan terhadap masalah paling vital dalam kekuasaan dan keyakinan masyarakatnya datang dari anaknya Ramlah binti Abu Sufyan. Anak perempuannya itu masuk Islam mengikuti agama yang dibawa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. 

Berbagai cara termasuk dengan kekerasan ditempuh Abu Sufyan dan orang-orang Quraisy untuk mengembalikan keyakinan putrinya ke agama nenek moyangnya, namun usaha itu sia-sia. 

Ramlah dan suaminya Ubaidullah bin Jahsy pun akhirnya hijrah meninggalkan Makkah ke Habasyah. Ia meninggalkan segala kenikmatan dan kenyamanan hidup demi mempertahankan keiamanannya.

Ayahnya tetap dendam dengan penentangan anak dan menantunya, meski mereka telah pergi dari Makkah. Ia tidak rela kaum Muhajirin itu hidup damai dan nyaman di Habasyah. Sampai-sampai ia menghasut raja Najasy, dengan mengatakan bahwa kaum Muhajirin itu telah mengatakan sesuatu yang menyakitkan bagi Raja Najasy terkait al-Masih dan ibunya Maryam. Raja itu menganut agama Nasrani. 

Namun, Raja justru mencari tahu tentang Islam dari mereka, dan akhirnya justru menerima Islam. Raja itu berkata,"Sungguh yang diturunkan pada nabi kalian Muhammad, ini, dan yang disampaikan Isa putra Maryam, berasal dari satu sumber yang sama."

Sang suami murtad

Menetap di Habasyah membuat hati Ramlah yang memiliki putri kecil bernama Habibah itu merasa damai. Ia mengira semua ujian yang menyakitkan telah berakhir sampai suatu malam ia bermimpi buruk tentang suaminya berada di tengah lautan yang penuh gelombang besar. Lautan itu tertutup kegelapan yang berlapis-lapis. 

Ramlah terbangun tetapi tidak mau menceritakan itu kepada suaminya. Tidak sampai berganti malam, ia menemukan suaminya menjadi murtad dan mengikuti agama Nasrani. Ia menjadi peminum berat khamar.

Ramlah pun ditodong pilihan oleh suaminya. Ikut murtad atau bercerai. Ramlah memilih opsi kedua demi menyelamatkan keimanannya mencari keridaan Allah subhanahu wa ta'ala. Ia memilih tetap ada di barisan agama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, meski harus kehilangan suami.

Ramlah pun hidup hanya bersama putrinya. Namun, Allah kemudian meninggikan derajatnya. Setelah masa idah, datang pelayan khusus Raja Habasyah. Ia membawa kabar gembira dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang disampaikan kepada Raja Habasyah. Rasulullah ingin mempersuntingnya.  

Ramlah binti Abu Sufyan pun kemudian menjadi istri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan menjadi ibu kaum mukminin. Ia wafat di Madinah pada tahun 44 H/664 M. (disarikan dari buku: Mereka Adalah Para Sahabiyat)


(ACF)