Jangan Tergoda Tren Barat: Menag Ingatkan Pentingnya Pencatatan Nikah

N Zaid - Pernikahan 08/07/2025
ilustrasi. Foto: Pixabay
ilustrasi. Foto: Pixabay

Oase.id - Di tengah derasnya arus globalisasi dan gempuran gaya hidup Barat, Menteri Agama Nasaruddin Umar mengajak masyarakat Indonesia untuk kembali memaknai pernikahan sebagai bagian penting dari budaya, hukum, dan ketahanan keluarga.

Fenomena di Barat: Menikah, Tapi Dipikir Ulang

Dalam sambutannya pada acara Gerakan Sadar Pencatatan Nikah (Gas Pencatatan Nikah) di Jakarta, Minggu (6/7/2025), Menteri Nasaruddin mengangkat fenomena menurunnya minat menikah di negara-negara Barat seperti Prancis, Amerika Serikat, dan Kanada. Ia menyoroti bagaimana pemerintah Prancis bahkan harus memberi insentif besar bagi warganya yang mau menikah dan memiliki anak.

“Begitu rendahnya minat perkawinan di sana, sampai pemerintah Prancis memberikan hadiah besar bagi warganya yang mau punya anak. Anak-anak dari pasangan asli Prancis bahkan mendapat beasiswa dan pembebasan pajak,” ujar Menag dikutip laman resmi Kemenag.

Bahkan, di Kanada, cerita hidup bersama tanpa ikatan resmi bukan lagi hal yang tabu. “Saya punya teman di sana, sudah 20 tahun hidup kumpul kebo dan punya anak, tapi tidak menikah,” ungkapnya. Sebuah potret yang menurutnya perlu dijadikan pengingat agar masyarakat Indonesia tidak serta-merta meniru.

Menikah Itu Hak, Mencatatkannya Itu Wajib

Dalam kesempatan itu, Menag menekankan pentingnya pencatatan pernikahan secara resmi di Indonesia. Menurutnya, pencatatan nikah bukan hanya soal administratif, tapi menjadi pondasi perlindungan hukum bagi seluruh anggota keluarga, terutama perempuan dan anak.

“Saya mohon betul jajaran Kementerian Agama, baik pusat maupun daerah, agar terus mengedukasi masyarakat soal pentingnya pencatatan nikah,” tegasnya.

Yang membuatnya prihatin, masih ada warga yang menolak mencatatkan pernikahannya dengan alasan ekonomi. Padahal, ia menekankan, pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) tidak dipungut biaya alias gratis. Bahkan, pemerintah melalui Ditjen Bimas Islam menyediakan program nikah massal tanpa biaya—termasuk busana pengantin, rias, hingga mahar.

“Ini bukan sekadar seremoni. Nikah massal adalah bagian dari komitmen pemerintah untuk memperkuat ketahanan keluarga dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat,” terang Menag.

Pernikahan Bukan Sekadar Cinta, Tapi Cerminan Budaya

Bagi Nasaruddin Umar, pernikahan bukan hanya urusan dua insan yang saling mencinta. Ia adalah bagian dari budaya luhur bangsa yang mesti dijaga dari pengaruh luar yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kita.

“Kita harus menjaga budaya kita sendiri. Jangan sampai terjadi westernisasi dalam praktik perkawinan,” tegasnya.

Lewat gerakan seperti Gas Pencatatan Nikah, Kementerian Agama mendorong masyarakat untuk tidak hanya menikah dengan sah secara agama, tapi juga secara hukum. Karena dalam pandangan negara, keluarga yang kuat berakar dari proses yang sah, tertib, dan bermartabat.

Menikah Bukan Tren, Tapi Tanggung Jawab

Di era modern, ketika pilihan hidup makin beragam dan tren global datang silih berganti, ajakan Menag menjadi pengingat bahwa menikah bukan hanya tentang mengikuti arus zaman. Ia adalah keputusan besar yang menyatukan nilai-nilai agama, hukum, dan budaya. Dan pencatatan nikah adalah bentuk tanggung jawab atas keputusan itu—baik kepada pasangan, anak, maupun negara.


(ACF)
TAGs: Pernikahan