Mengembalikan Sakralitas Masjid di Tengah Tantangan Zaman

N Zaid - Masjid 09/07/2025
ilustrasi. Foto: Pixabay
ilustrasi. Foto: Pixabay

Oase.id - Di tengah derasnya modernisasi dan pergeseran nilai di ruang-ruang publik, Menteri Agama Nasaruddin Umar mengingatkan kembali pentingnya menjaga kesucian masjid. Menurutnya, masjid bukan sekadar tempat menunaikan ibadah, tetapi sebuah ruang sakral yang seharusnya menjadi penghubung manusia dengan dimensi ketuhanan. Ia menyesalkan bahwa belakangan ini terjadi gejala desakralisasi yang membuat masjid kehilangan makna spiritual terdalamnya.

Pernyataan ini disampaikan Menag saat membuka Saraloka Sarasehan Kemasjidan dan Lokakarya Nasional Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) 2025 yang digelar di Jakarta pada Selasa, 8 Juli 2025. Dalam kesempatan tersebut, ia menyebut melemahnya hubungan spiritual masyarakat dengan Tuhan sebagai tantangan besar yang perlu dijawab oleh seluruh elemen umat dan Kementerian Agama.

“Attachment kita dengan Tuhan, kemelekatan diri kita dengan Tuhan itu gak ada lagi. Saya kira inilah salah satu tantangan Kementerian Agama dan kita semuanya di masa depan,” ujar Nasaruddin, dikutip dari laman resmi Kemenag.

Ia menekankan bahwa kesakralan masjid tidak hanya ditentukan oleh arsitektur atau status hukumnya, melainkan dari cara umat memperlakukan dan menghormatinya. Hal-hal sederhana seperti tidak memakai alas kaki di dalam masjid, menjaga kebersihan, berpakaian sopan, serta menjauhkan kegiatan jual beli dari area utama masjid adalah bentuk penghormatan yang mencerminkan kesadaran spiritual.

“Di masjid itu kita harus pakai pakaian bersih, tidak bernajis. Di masjid itu kita harus sopan, menutup aurat. Itu artinya pensakralan terhadap masjid,” jelasnya.

Lebih jauh, Nasaruddin menyerukan pentingnya membangun kesadaran spiritual bersama, tidak hanya di kalangan umat Islam, tetapi juga lintas agama. Ia menyoroti minimnya ruang ibadah yang menonjol di kota-kota besar seperti Jakarta, yang menurutnya menandakan mulai surutnya kehadiran ruang sakral dalam kehidupan masyarakat urban.

“Kalau orang sudah tidak punya lagi tempat-tempat yang sakral, tidak ada sekret-nya lagi dalam kehidupannya, maka hidupnya itu akan tawar. Maka itu kota Jakarta itu, itu sangat tidak religius, sangat tidak Pancasilais,” tegasnya.

Sebagai bentuk solusi pribadi, Menag juga mendorong umat Islam untuk menyediakan ruang ibadah di dalam rumah, sekecil apa pun ukurannya. Ruang tersebut, menurutnya, dapat menjadi tempat ‘tembus langit’—yakni titik pertemuan antara dunia jasmani dan dunia spiritual.

“Kalau kita tidak punya musalah di rumah, di kamar, di samping lemari itu kita geser sedikit lemarinya. Bikin satu selebar saja dari situ. Itu ruang tembus langit,” pungkasnya.

Dengan semangat itu, Menag mengajak seluruh umat untuk memaknai kembali kehadiran masjid bukan hanya sebagai bangunan fisik, tetapi sebagai ruang hidup spiritual yang menjembatani manusia dan Tuhannya—baik di ruang publik maupun ruang pribadi.


(ACF)
TAGs: Masjid