Pandangan Islam tentang Flexing di Sosial Media
Oase.id - Fenomena flexing atau memamerkan harta, gaya hidup, dan pencapaian semakin marak di era media sosial. Mulai dari pamer kendaraan mewah, liburan mahal, hingga menunjukkan isi rekening dan barang branded, semua dipertontonkan demi pengakuan dan validasi publik. Lalu, bagaimana sebenarnya pandangan Islam terhadap sikap flexing?
Islam sebagai agama yang mengatur akhlak dan adab kehidupan memiliki tuntunan yang jelas dalam menyikapi perilaku ini.
Apa Itu Flexing dalam Perspektif Islam?
Secara istilah modern, flexing berarti menunjukkan kelebihan diri—terutama harta dan status—dengan tujuan mendapat pengakuan, pujian, atau rasa unggul atas orang lain. Dalam khazanah Islam, perilaku ini sangat dekat dengan sifat riya’, ujub, dan takabbur, yang semuanya termasuk penyakit hati.
Riya’ adalah beramal atau berbuat sesuatu agar dilihat dan dipuji manusia.
Ujub adalah rasa kagum berlebihan terhadap diri sendiri.
Takabbur adalah merasa lebih tinggi dan merendahkan orang lain.
Ketiganya sangat berbahaya karena dapat merusak amal dan menjauhkan seseorang dari keikhlasan.
Larangan Pamer dan Kesombongan dalam Al-Qur’an
Islam secara tegas melarang sikap membanggakan diri dan pamer kenikmatan dengan niat kesombongan. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. An-Nisa: 36)
Dalam ayat lain, Allah juga mengingatkan:
“Dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan angkuh, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. Al-Isra: 37)
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa memamerkan kelebihan diri bukan hanya masalah sosial, tetapi juga persoalan iman dan akhlak.
Hadis Nabi tentang Bahaya Pamer dan Ujub
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi peringatan keras terhadap sikap pamer dan mencari pujian manusia. Beliau bersabda:
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil.”
Para sahabat bertanya, “Apakah syirik kecil itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya’.” (HR. Ahmad)
Dalam hadis lain, Rasulullah juga bersabda:
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walau sebesar biji sawi.” (HR. Muslim)
Flexing yang melahirkan kesombongan dan merendahkan orang lain jelas bertentangan dengan ajaran Rasulullah.
Bolehkah Menunjukkan Nikmat dalam Islam?
Islam bukan agama yang melarang kenikmatan dunia secara mutlak. Bahkan, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk mensyukuri nikmat. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah menyukai jika melihat bekas nikmat-Nya pada hamba-Nya.” (HR. Tirmidzi)
Namun, para ulama menjelaskan bahwa menunjukkan nikmat berbeda dengan flexing. Menunjukkan nikmat dilakukan dalam rangka:
- bersyukur kepada Allah,
- memotivasi orang lain dalam kebaikan,
- atau untuk kepentingan yang dibenarkan (seperti bisnis atau edukasi), tanpa disertai kesombongan, merendahkan orang lain, atau mencari pujian.
Jika tujuan utamanya adalah validasi, popularitas, atau merasa lebih unggul, maka hal itu masuk dalam wilayah tercela.
Dampak Buruk Flexing Menurut Islam
Sikap flexing tidak hanya berdampak pada pelakunya, tetapi juga pada masyarakat luas. Di antaranya:
- Mengikis keikhlasan dan pahala amal.
- Menumbuhkan iri, dengki, dan hasad di tengah umat.
- Membiasakan hidup bermewah-mewahan dan cinta dunia.
- Menyakiti perasaan orang lain yang sedang dalam kesulitan.
Islam sangat menjaga harmoni sosial dan kebersihan hati, sehingga segala perilaku yang berpotensi merusaknya sangat diwaspadai.
Teladan Kesederhanaan Rasulullah dan Para Sahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia paling mulia, namun hidup dengan sangat sederhana. Beliau bisa saja hidup mewah, tetapi memilih kesahajaan. Para sahabat pun demikian, meski sebagian di antara mereka adalah orang kaya, mereka lebih memilih menyembunyikan amal dan nikmat yang dimiliki.
Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahkan enggan menceritakan kesulitannya dalam jihad karena khawatir mengurangi keikhlasan amalnya. Sikap ini menjadi teladan besar dalam menjaga hati dari riya’.
Sikap yang Dianjurkan Islam di Era Media Sosial
Di tengah budaya pamer yang kian normal, Islam mengajarkan beberapa sikap penting:
- Meluruskan niat sebelum membagikan sesuatu.
- Mengutamakan tawadhu’ dan kesederhanaan.
- Menyembunyikan amal kebaikan sejauh memungkinkan.
- Mengingat bahwa semua nikmat adalah titipan Allah.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Barang siapa merendahkan diri karena Allah, niscaya Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim)
Flexing bukan sekadar tren gaya hidup, tetapi ujian keimanan dan keikhlasan. Islam tidak melarang kenikmatan, namun sangat menekankan adab, niat, dan akhlak dalam menyikapinya. Menjaga hati dari riya’, ujub, dan takabbur adalah bagian penting dari ibadah.
(ACF)