Shofiyah binti Abdul Muththalib: Bibi Nabi Muhammad SAW yang Tangguh dan Berani
Oase.id - Shofiyah binti Abdul Muththalib adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam, tidak hanya karena kedekatannya dengan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai bibinya, tetapi juga karena keberanian dan keteguhannya dalam membela Islam. Shofiyah adalah wanita pertama yang membunuh orang musyrik.
Lahir di Makkah dari keluarga Bani Hasyim, Shofiyah merupakan putri dari Abdul Muththalib, kakek Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Keluarga Bani Hasyim dikenal sebagai keluarga yang mulia dan terhormat di kalangan suku Quraisy. Abdul Muththalib, ayah Shofiyah, adalah kepala suku Quraisy dan pemimpin yang dihormati. Shofiyah tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan nilai-nilai mulia dan keberanian. Sebagai seorang wanita yang kuat dan berani, Shofiyah seringkali memainkan peran penting dalam berbagai peristiwa penting dalam sejarah Islam.
Salah satu peristiwa penting yang melibatkan Shofiyah adalah Perang Uhud. Dalam pertempuran ini, kaum Muslimin mengalami kekalahan dan banyak yang terluka, termasuk Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sendiri.
Shofiyah menunjukkan keberanian luar biasa dengan langsung turun ke medan perang untuk memberikan pertolongan dan semangat kepada para pejuang Muslim.
Shofiah membawa air, memberi minum pasukan yang kehausan, meraut anak panah dan memperbaiki busur.
Saat melihat pasukan muslimin berlarian meninggalkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kecuali segelintir saja, kala kaum musyrikin hampir saja bisa mencapai dan menangkap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Shofiah membuang wadah air ke tanah.
Ia pun bangkit laksana singa betina kala anaknya dimangsa. Ia meraih tombak dan tangan salah satu pasukan yang mengalami kekalahan. Dengan tombak itu ia maju menyisir barisan musuh dan menyabet-nyabetkan ujung tombak ke wajah wajah musuh. Ial ari ketengah barisan pasukan muslimin sembari mengatakan, ' Apa=apaan kalian ini! patutkah kalian lari meninggalkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam?
Melihat Shofiyah datang, Nabi shallallahu alaihi wa sallam khawatir ia akan melihat jenazah saudaranya Hamzah yang sudah tergelatak tak bernyawa dan tubuhnya dipotong-potong oleh kaum musyrikin. Nabi shallallahu alaihi wa sallam menunjuk anak Shofiyah seraya berkata, 'Halangi wanita itu wahai Zubair, halangi wanita itu, wahai Zubair!
Zubair mengahmpiri bunda dan bilang, "Ibu menjauhlah, menjauhlah ibu!".
Shofiyah bilang "Kau yang menjauh sana, tiada ibu bagimu!"
Zubair menyampaikan, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan ibu agar kembali".
Memang kenapa? Toh aku sudah mendengar kabar bahwa saudaraku tubuhnya dipotong-potong dan itu karena Allah," jawab Shofiah.
Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam akhirnya bilang pada Zubair, "Biarkan saja dia, wahai Zubair".
Zubair kemudian membiarkan ibunya.
Setelah perang berakhir, Shofiyah berdiri di hadapan jenazah saudaranya, Hamzah, dan ternyata perutnya terbelah, jantungnya diambil, hidung dan kedua telinganya dipotong, dan wajahnya dicabik-cabik. Shofiyah kemudian memohonkan ampunan untuknya lalu menuturkan,"Ini karena Allah, aku terima putusan Allah dengan rela hati. Demi Allah aku bersabar dan mengarap pahala dari musibah ini. Insya Allah".
Saat perang Khandaq Shofiyah membunuh seorang musuh
Selama pengepungan Madinah di perang Khandaq, para wanita dan anak-anak Muslim ditempatkan di tempat yang aman di dalam benteng. Salah satu tempat perlindungan tersebut adalah benteng Fari' yang dihuni oleh para wanita Bani Hasyim, termasuk Shofiyah.
Pada suatu kesempatan, Shofiyah melihat seorang Yahudi Bani Quraizhah yang sedang mengintai benteng untuk mengumpulkan informasi. Menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh mata-mata tersebut, Shofiyah memutuskan untuk mengambil tindakan cepat. Tanpa ragu, ia mengambil tiang kemah dan keluar dari benteng untuk menghadapi mata-mata tersebut. Dengan keberanian yang luar biasa, Shofiyah berhasil mengalahkan mata-mata itu dan membunuhnya.
Tindakan heroik Shofiyah tidak hanya mencegah mata-mata tersebut memberikan informasi kepada pasukan musuh, tetapi juga memberikan semangat dan keberanian kepada para wanita dan anak-anak yang berlindung di benteng.
Keberaniannya di medan perang tidak hanya menunjukkan dedikasinya kepada Islam, tetapi juga memberikan inspirasi bagi kaum Muslimin lainnya.
Shofiyah juga dikenal karena peran aktifnya dalam memberikan dukungan moral dan material kepada para Muslim yang mengalami penderitaan dan penganiayaan di Makkah sebelum hijrah ke Madinah. Ia senantiasa memberikan semangat kepada para Muslim untuk tetap teguh dalam iman mereka dan tidak mudah menyerah meskipun menghadapi berbagai rintangan.
Kehidupan Pribadi dan Keluarga
Shofiyah menikah dengan Al-Harith bin Harb dari suku Quraisy, namun pernikahan ini tidak berlangsung lama karena Al-Harith meninggal dunia. Setelah itu, Shofiyah menikah dengan Al-Awwam bin Khuwailid, saudara dari Khadijah binti Khuwailid, istri pertama Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Dari pernikahan ini, Shofiyah dikaruniai seorang putra bernama Zubair bin Al-Awwam, yang kelak menjadi salah satu sahabat dekat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan dikenal sebagai pejuang Islam yang tangguh.
Warisan Shofiyah binti Abdul Muththalib tidak hanya terlihat dari keberaniannya di medan perang, tetapi juga dari pengaruhnya dalam keluarga dan masyarakat Muslim. Putranya, Zubair bin Al-Awwam, menjadi salah satu sahabat Nabi yang paling dihormati dan turut berperan besar dalam berbagai peristiwa penting dalam sejarah Islam. Keberanian dan keteguhan iman yang ditunjukkan Shofiyah telah memberikan teladan yang kuat bagi generasi Muslim berikutnya.
Shofiyah binti Abdul Muththalib adalah contoh nyata dari seorang wanita Muslim yang memiliki keberanian, keteguhan iman, dan dedikasi yang luar biasa terhadap Islam. Perannya dalam sejarah Islam menunjukkan bahwa wanita juga memiliki kontribusi yang sangat penting dalam perjuangan dan penyebaran ajaran Islam. Keberanian dan pengorbanannya akan selalu dikenang sebagai bagian dari warisan mulia keluarga Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.(Disarikan dari buku Mereka adalah para Sahabiyat: Kisah-kisah wantia menakjubkan yang belum pernah tertandingi hingga hari ini)
(ACF)