Ketika Harun Al-Rasyid Dinasihati tentang Istana dan Kubur yang Sempit

N Zaid - Harun al-Rasyid Tokoh Islam 25/01/2023
Harun ِal-Rashid Mausoleum. Foto Wikipedia
Harun ِal-Rashid Mausoleum. Foto Wikipedia

Oase.id - Harun al-Rasyid rahimahullah adalah khalifah Daulah Abbasiyah yang diangkat 16 Rabiul Awal 170 H (786 M). Jabatan itu ia sandang hingga Jumadil Akhir 194 H (803 M). Kekuasaannya ketika itu mencakup Laut Tengah hingga India.

Ia adalah khalifah kelima dari kekhalifahan Abbasiyah, kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Badhdad. Kun-yahnya adalah Abu Ja’far. Sedangkan nama dan nasabnya adalah Harun bin al-Mahdi Muhammad bin al-Manshur Abu Ja’far Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas al-Qurasyi al-Hasyimi al-Abbasi. Jadi, ia adalah seorang Quraisy satu kabilah dengan Nabi Muhammad ﷺ. Dan keturunan dari paman Nabi ﷺ, Abbas bin Abdul Muthalib radhiallahu ‘anhu.

Harun al-Rasyid dilahirkan pada tahun 148 H di Kota Ray. Kala itu, ayahnya menjadi pemimpin wilayah Ray dan Khurasan. Ibunya adalah al-Khayziran (Arab: الخيزران), kun-yahnya Ummul Hadi.

Harun al-Rasyid dikenal sebagai pemimpin yang sukses membawa Daullah Abbasiyah ke masa kejayaan. Ia begitu memperhatikan ilmu pengetahuan dan budaya. Ia pun dikenal karena taat dan menghargai rakyat.

Sebagai penguasa Harun al-Rasyid memiliki banyak tentara namun sebesar apa pun kekuasaan seseorang, ia akhirnya akan menyerah kepada ajal. Tidak peduli berjuta-juta tentara sekalipun dimiliki. Sang pemimpin pernah dalam satu perjalanan dan bertemu dengan seseorang yang ia kemudian meminta nasihat darinya berupa pelajaran tentang keniscayaan ajal yang menghancurkan segala bentuk perasaan tinggi hati dan berbangga-bangga dengan dunia. 

Seperti dikutip dari buku Malam Pertama di Alam Kubur, suatu hari Harun Ar-Rasyid pergi berburu. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seseorang yang bernama Buhlul. Harun berkata, 

"Berilah aku nasihat, wahai Buhlul." Lalu lekai itu berkata,"Wahai Amriul Mukminin, di manakah bapak dan kakek-kakekmu, dan sejak Rasulullah hingga bapakmu?" Harun menjawab, "Semuanya telah mati." Di mana istana mereka?" tanya Buhlul.

"Itu istana mereka," jawab Harun. "Lalu di mana kuburan mereka?" "Ini. Di sini kuburan mereka." Buhlul berkata," Di situ istana mereka, di sini kuburan mereka. Bukankah sekarang istana itu sedikit pun tak memberi manfaat bagi mereka?"

"Kamu benar. Tambahlah nasihatmu, Buhlul," kata Harun." Wahai Amirul Mukminin, engkau diberi kekuasaan atas perbendaharaan Kisra dan umur panjang. Lalu apa yang bisa kau perbuat? Bukankah kuburan adalah terminal akhir bagi setiap yang hidup, kemudian engkau akan disidang tentang berbagai masalah?"
 Tentu," kata Harun. 

Setelah itu Harun pulang dan jatuh sakit. Setelah beberapa hari menderita sakit, sampailah ajal menjemputnya. Dalam detik-detik terakhir kehidupannya ia berteriak kepada punggawanya, "Kumpulkan lah semua tentaraku." Sejurus, datanglah mereka ke hadapan harun, lengkap dengan pedang dan perisai. Begitu banyak, sehingga tak ada yang tahu jumlahnya kecuali Allah. Seluruhnya berada di bawah komando Harun.

Melihat mereka, Harun menangis dan berkata," Wahai Dzat yang tidak pernah kehilangan kekuasaan, kasihanilah hamba-Mu yang telah kehilangan kekuasaan ini."

Tangisan itu tak berhenti hingga ajal mencabut nyawanya. Setelah meninggal, Khalifah yang memiliki kekuasaan sangat luas ini, tinggal di lahat yang sempit. Tak ada menteri yang menemaninya. Tak ada kawan minum yang menyertainya. Ia tidak dikubur bersama dengan makanannya, juga tidak ada kasur yang disediakan baginya. Harta dan kekuasaannya tak berguna lagi baginya. 

Harun al-Rasyid meninggal  di Thus Khurasan, Iran, pada 24 Maret 809 atau 3 Jumadil Akhir 193.


(ACF)