Pengertian dan Perbedaan Rukyat serta Hisab, Dua Metode untuk Tentukan 1 Ramadhan

Achmad Firdaus - Rukyat Hisab Hilal Sidang Isbat Ramadhan Bulan Syawal 01/04/2022
Pantauan Hilal (MI_ANDRI WIDIYANTO)
Pantauan Hilal (MI_ANDRI WIDIYANTO)

Oase.id - Umat Islam di Indonesia berpotensi melaksanakan ibadah puasa Ramadhan 2022 atau 1443 Hijriah secara berbeda. Ini dikarenakan adanya perbedaan metode dalam menentukan 1 Ramadhan, yaitu dengan metode hisab dan rukyat.

Seperti kita ketahui, beberapa waktu lalu, salah satu ormas keagamaan di Indonesia, Muhammadiyah telah menetapkan awal bulan Puasa atau 1 Ramadan 1443 Hijriah. Dalam Maklumat nomor 1/MLM/I.0/E/2022, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan bahwa 1 Ramadhan 1443 H jatuh pada Sabtu, 2 April 2022. Sedangkan 1 Syawal (Idul Fitri) ditetapkan pada Senin 2 Mei 2022.

Penetapan itu berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Bagaimana dengan pemerintah Indonesia? Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) baru akan melaksanakan sidang isbat pada hari Jumat 1 April 2022. Adapun, metode yang digunakan adalah Rukyatul hilal (Rukyat), dan kemungkinan hasilnya akan berbeda dengan metode hisab.

Lantas, apa perbedaan antara metode hisab dan metode rukyat?

Pengertian, Perbedaan Hisab dan Rukyat

Hisab

Hisab adalah metode menghitung posisi benda langit, khususnya matahari dan bulan. Dengan kata lain, metode hisab merupakan penghitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriah. Ada beberapa rujukan atau kitab yang digunakan untuk metode hisab di Indonesia.

Metode hisab juga ada yang menggunakan metode kontemporer. Caranya yakni menggunakan rumus-rumus yang ada pada kitab tersebut, seperti bagaimana cara untuk menghitung awal bulan dengan data astronomis yang ada.

Rukyat

Rukyat adalah observasi benda-benda langit untuk memverifikasi hasil hisab. Dalam metode Rukyat, akan ada beberapa titik (daerah) yang ditetapkan untuk memantau penampakan hilal (bulan sabit) saat matahari terbenam ketika menjelang awal bulan Hijriah.

Ketika melakukan pemantauan hilal, Kemenag bekerja sama dengan Ormas Islam, pakar BMKG, Lapan, dan pondok pesantren yang telah melakukan penghitungan di wilayahnya.

Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya "kesalahan". Sebab, hilal hanya bisa dilihat dengan ketinggian minimal 2 derajat, dengan jarak sudut antara matahari dan bulan (elongasi) 3 derajat, dan umur minimal 8 jam saat ijtimak.

"Kesalahan" bisa terjadi apabila ketinggian hilal berada di bawah 2 atau empat derajat. Jika demikian, maka, benda yang dilihat (dipantau) itu bukan hilal, melainkan bintang atau objek lain.

Sidang Isbat

Kemenag tidak memungkiri potensi terjadinya perbedaan penentuan 1 Ramadhan 2022/1443 karena perbedaan metode yang digunakan. Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Adib, dalam keterangannya meminta masyarakat menunggu hasil sidang isbat yang digelar Kemenag pada sore ini, Kamis 1 April 2022.

Sidang Isbat nanti akan dihadiri oleh MUI, perwakilan ormas Islam, DPR, sejumlah duta besar negara sahabat, serta kementerian dan lembaga terkait. Kementerian Agama berperan sebagai fasilitator bagi para ulama, ahli, dan cendekiawan untuk bermusyawarah menetapkan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah.


(ACF)