Food Vlogger Mencela Makanan, Apa Hukumnya Dalam Islam

Oase.id - Media sosial memunculkan banyak profesi baru, salah satunya Youtuber makanan, atau food vlogger. Dalam aktivitasnya, mereka membuat video dengan datang ke restoran-restoran untuk menilai atau mengomentari tempat, suasana, pelayanan terutama rasa makanannnya. Profesi ini marak padahal, food vlogger rawan melakukan pelanggaran syariat.
Beberapa waktu lalu ramai polemik di media sosial tentang food vlogger yang mengomentari buruk sebuah restoran. Dalam video mereka mencela makanan, mencela pelayanannya dan harganya. Dengan mencela makanan itu, mereka berdalih ingin membangkitkan UMKM, agar berbenah memperbaiki kualitas makanan dan penyajiannya.
Ada yang pro dan yang kontra. Semuanya memiliki alasan atau pembenaran. Dalam perspektif profesionalisme, hukum jual beli dan etika sosial, jawaban atas fenomena food vlogger yang megomentari buruk satu makanan memang bisa beragam sesuai tendensi masing-masing. Namun, dalam Islam, sudah jelas bahwa mencela makanan adalah terlarang.
Larangan mencela makanan itu datang dari hadits Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Sehingga, bagi seorang muslim perlu meneladani sikap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang meninggalkan prilaku mencela makanan.
Sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menceritakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sama sekali. Jika beliau selera maka beliau memakannya, dan jika tidak selera maka beliau tinggalkan.” (HR. Ahmad 9755, Bukhari 3563 dan Muslim 5504).
Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan hadis ini,
“Hal ini (tidak mencela makanan) termasuk adab makan yang ditekankan. Dan mencela makanan yaitu seperti ia berkata, “Ini keasinan”, “Kurang asin”, “Kecut”, “Terlalu lembut”, “Masih kasar”, “Belum masak”, dan yang semisalnya.” (al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim, 14/26).
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bahkan meninggalkan prilaku mengomentari buruk satu hidangan/makanan, meski komentar itu mungkin bagi sebagian kita hal yang lumrah saja.
Adab Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam terhadap makanan yang sebagian orang jika dihidangkan sesuatu yang membuatnya jijik, atau geli, akan mengatakan hal yang ia rasakan, namun Nabi shallallahu alaihi wa sallam memilih untuk menahan diri dan tidak mengatakan apa yang ada dalam pikiran dan hatinya tentang makanan yang ada di hadapannya.
Misal ketika seseorang dihidangkan ikan, lalu ia mengatakan tidak bisa memakannya dan menyebutnya 'baunya amis' 'bau lumpur' dll. Hal seperti itu pun dihindari Rasulullah shalllahu alaihi wa sallam.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mendapat informasi dari Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Khalid pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui Maimunah (istri Nabi) dan Maimunah adalah bibiknya Kholid dan juga bibiknya Ibnu Abbas.
Ketika itu, di rumah Maimunah ada daging dhob (kadal gurun) yang dipanggang. Lalu Dhob itupun dihidangkan kepada Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam.
Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menyentuh Dhab.
Kholid bertanya, “Apakah dhob itu haram, ya Rasulullah?’.
“Tidak, namun dhob ini tidak ada di kampungku, sehingga aku kurang berselera”.
Kata Kholid, “Akupun mengambilnya lalu menyantapnya, dan Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam hanya memandangku” (HR. Bukhari 5391)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam justru mengajarkan adab memuji makanan yang dihidangkan.
“Bahwasanya Nabi shallallahu’alaihi wasallam meminta kepada istri beliau lauk. Lalu mereka menjawab, “Kami tidak punya lauk kecuali cuka.” Kemudian beliau memintanya dan memakannya (bersama roti) dan bersabda, “Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka.'” (HR. Muslim no. 2051)
Ada pun memuji makanan disebutkan dalam hadis Jabir radhiyallahu’anhu bahwasanya Nabi shallallahu’alaihi wasallam meminta istri beliau lauk. Namun mereka jawab, “Kami tidak punya apa-apa kecuali cuka.”
Cuka adalah air yang direndam buah kurma hingga berubah jadi manis. Cuka ini disuguhkan pada beliau dan beliau menjadikannya sebagai lauk. Yaitu mencelupkan roti ke dalam cuka lalu beliau memakannya. Lantas beliau bersabda,“Sebaik-baik lauk adalah cuka. Sebaik-baik lauk adalah cuka.”
Sementara, dari Anas bin Malik, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ridha terhadap seorang hamba yang menikmati makanan lalu memuji Allah sesudahnya atau meneguk minuman lalu memuji Allah sesudahnya.” (HR Muslim no. 2734)
Tidak mencela makanan adalah adab yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Ada pun di antara hikmahnya Ibnu Baththal al-Bakri rahimahullah menyatakan, “Ini termasuk adab makan yang baik. Karena sejatinya jika seseorang mencela makanan yang tidak dia sukai, maka sungguh dia telah menolak rezeki Allah Ta’ala yang diberikan kepadanya.”
(ACF)