Kisah Ummu Mahjan, Wanita Tua Kulit Hitam yang Miskin dan Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam

N Zaid - 15/11/2022
Ilustrasi: Unsplash
Ilustrasi: Unsplash

Oase.id - Gaya bermuamalah seseorang terhadap orang lain kerap dipengaruhi faktor kedudukan atau status sosial. Misal ketika menghadapi atasan, seorang pemuka masyakat, maka seseorang condong untuk begitu bersikap sopan, dan perhatian, namun ketika yang dihadapi adalah mereka yang 'bukan siapa-siapa' sikapnya acuh-tak acuh, atau seadanya. 

Kisah berikut ini, adalah pengingat bagi kita untuk senantiasa memperlakukan orang dengan hormat dan menghargai orang lain tanpa melihat latar belakangnya.

Suatu hari, Nabi Muhammad salallahu alaihi wasalam mencari Ummu Mahjan, seorang wanita tua berkulit hitam (kisah dari as-Shahih) tanpa menyebut nama aslinya. Rasulullah   tidak menjumpai wanita Madinah yang biasa membersihkan masjid itu. Beliau   pun bertanya kepada para sahabat tentang keberadaan Ummu Mahjan.

Para sahabat pun mengabarkan bahwa Ummu Mahjan telah meninggal, dan ia telah dikuburkan. Rasullah  pun bertanya kepada para sahabat kenapa Beliau  tidak diberitahu.

Saat wafat, para sahabat membawa jenazah Ummu Mahjan dan menguburkannya di Baqi'ul Gharqad setelah gelap dan mereka tidak memberi tahu Rasulullah  karena saat itu Beliau masih tidur. Para sahabat enggan membangunkan Beliau. 

Mendengar jawaban itu Rasulullah  pun mengajak para sahabat untuk bergegas ke kuburan Ummu Mahjan. Beliau melakukan salat jenazah diikuti para sahabat. 

Nabi  pun bersabda:

Sesungguhnya kubur ini terisi dengan kegelapan atas penghuninya dan Allah meneranginya bagi mereka karena kau telah menshalatkannya. (an-Nasa'i (1/9).

Dengan tidak memberi tahu kepada Rasulullah  tentang penguburan Ummu Mahjan, Abu Hurairah Radhiyallahu'anhu berkata 'seolah-olah kematian Ummu Mahjan adalah hal sepele'. Padahal, tidak demikian bagi Nabi salallahu alaihi wasallam. 

Meski Ummu Mahjan adalah seorang wanita tua yang lemah dan miskin, namun  Rasulullah  begitu menghargainya, sehingga memperhatikannya, selayaknya terhadap sahabat Beliau yang lain. 

Dalam Islam, seseorang memiliki kedudukan yang sama, tidak pandang pangkat dan jabatan maupun status sosial lainnya. Ini juga tercermin dalam salat berjamaah, siapa pun dapat salat di depan, tanpa memandang kedudukannya di masyarakat. 

Sudah jelas bahwa yang mulia di mata Allah pun bukan orang yang berharta, dan memiliki status sosial yang tinggi, namun mereka yang paling bertakwa terhadap Allah subhanahu wata'ala.


(ACF)
TAGs: