Berdoa dengan Suara Keras atau Pelan, Mana Lebih Baik?

Siti Mahmudah - Inspirasi 31/05/2021
Gambar oleh Konevi dari Pixabay
Gambar oleh Konevi dari Pixabay

Oase.id - Semua ibadah yang dilakukan umat Islam pada intinya berdoa. Lalu, saat kita berdoa manakah yang lebih utama? Dengan suara keras ataukah suara pelan?

Hal di atas tertuang dalam Al-Quran surah Al-A’raf ayat 55, yang artinya:
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahlkan diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf: 55)

Berdasarkan tafsir yang ditulis dalam kitab Durratun Nashihin, maksud dari kalimat “berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut” adalah sebagai orang-orang yang tunduk dan tidak bersuara keras, karena suara yang tidak keras itu menunjukkan keikhlasan.

Sementara, kalimat “sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” yakni, yang melampaui apa yang diperintahkan kepada mereka dalam berdoa maupun yang lainnya.

Dalam hal ini dikatakan, Allah Swt. memberikan peringatan, bahwa orang yang berdoa, sebaiknya tidak meminta hal-hal yang tidak wajar untuk dirinya, misalnya seperti pangkatnya ingin seperti nabi atau ingin naik ke langit.

Selanjutnya, ada pula yang mengatakan, melampaui batas yang dimaksud ialah berteriak-teriak dalam berdoa.

Ujar Nabi ﷺ: “Akan ada suatu kaum yang keterlaluan dalam berdoa. Padahal cukuplah orang yang mengucapkan : “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu surga dan apa yang mendekatkan kepadanya, berupa perkataan ataupun perbuatan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan apa-apa yang mendekatkan kepadanya, berupa perkataan atau pun perbuatan.”

Selanjutnya, Nabi membaca: “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”

Diceritakan dari Umayah bin Khalid bin Abdullah bin As’ad, bahwa Rasulullah memohon pertolongan dan kemenangan atas orang-orang kafir dengan orang-orang muhajirin yang miskin seraya mengucapkan:
“Allaahummanshurnaa ‘alal a’daa’I bihurmati ‘ibaadikal fuqaraa il muhaajiriina.”
Artinya: Ya Allah, kami atas musuh dengan kehormatan hamba-Mu yang fakir yang berhijrah.”

Hal tersebut menunjukkan penghormatan Nabi terhadap orang-orang fakir, dan kesukaan beliau pada doa mereka, serta mengambil berkah dari keberadaan mereka. 

Dalam Targhibatul Abrar, dikatakan:
“Tegaknya dunia itu dengan empat perkara: dengan ilmu para ulama, dengan keadilan para pemimpin negara, dengan kedermawanan orang-orang kaya, dan dengan orang-orang kafir. Sekiranya tidak ada keadilan para pemimpin negara, niscaya manusia saling menerkam sesama mereka, sebagaimana serigala menerkam kambing. Sekiranya tidak ada kedermawanan orang-orang kaya, niscaya binasalah orang-orang fakir. Dan sekiranya tidak ada doa orang-orang fakir, niscaya robohlah langit dan bumi.”

Dan bersumber dari Abu Hurairah Radiyallahu anhu (RA), Bahwa ia berkata: Rasulullah ﷺ. Bersabda; 
“Ada tiga macam doa yang dikabulkan dan tidak diragukan lagi: doa orangtua untuk anaknya, doa orang yang berpergian, dan doa orang yang teraniaya.”

Selanjutnya, diriwayatkan dari Nabi ﷺ:
“Takutlah doanya orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah. Doa itu diangkat oleh Allah di atas awan, lalu dia bukakan untuknya pintu-pintu langit seraya Tuhan berkata: ‘Demi keperkasaan-Ku, Aku pasti menolongmu sekali pun nanti.”

Cerita lain dari Manshur bin ‘Ammar pernah menasehati orang banyak. Suatu ketika, berdirilah seorang peminta-minta, meminta 4 dirham. Manshur berkata: “siapakah yang akan memberinya apa yang dia minta, biarlah aku doakan dia dengan 4 macam doa.” Lalu, ada seorang hamba sahaya hitam di ujung masjid, tuannya adalah seorang Yahudi, dan dia membawa 4 dirham yang berhasil dia kumpulkan. 

Dia bangkit lalu berkata: “Hai Syaikh, akulah yang memberikan 4 dirham dengan syarat engkau doakan aku dengan 4 macam doa seperti yang aku katakan dan inginkan.
Manshur menjawab: “Ya"

Alhasil, uang tersebut pun diberikan, seraya berkata lagi: “Hai Syaikh, daku adalah seorang hamba sahaya , doakanlah aku agar dibebaskan. Dan tuanku adalah orang Yahudi, maka doakanlah agar dia masuk Islam. Aku orang fakir, maka doakanlah aku menjadi orang kaya, sehingga Allah memberikan kekayaan kepadaku dari karunia-Nya, hingga tidak memerlukan makhluk-makhluk-Nya. Dan doakanlah aku kepada Allah, agar dia mengampuni dosaku.”

Kemudian, Manshur mendoakannya. Saat pulang, hamba sahaya itu melihat tuannya, lalu dia beri tahukan kisah yang telah dialaminya, dan ternyata orang Yahudi itu senang, karenanya lalu berkata: “sesungguhnya aku membebaskan kamu dengan hartaku.” Lalu dia mengucapkan: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.”

Usai diucapkan, terdengarlah suara dari langit melewati sudut rumah mengatakan: “Sesungguhnya aku telah membebaskan kalian berdua dari neraka, dan mengampuni kalian berdua, dan juga Manshur beserta kalian.”

Artinya, doa merupakan sebab terkuat dari dihilangkannya hal yang tidak disukai dan tercapainya cita-cita. Akan tetapi, kadang-kadang pengaruh doa itu tidak menjadi kenyataan, adakalanya karena lemahnya doa itu sendiri.

Hal tersebut bisa jadi dipengaruhi karena lemahnya hati dan tidak menghadapnya, serta tidak berhimpunnya hati dengan Allah Swt ketika berdoa. Dan adakalanya, penghalang terhadap dikabulkannya doa. Misalnya dari makanan yang kita makan halal atau haram, dosa-dosa yang dapat mengotori hati, lupa, hawa nafsu, lalai mengerjakan perintah Allah Swt. dan lain sebagainya.

Sumber: Disarikan dari keterangan dalam Durratun Nashihin karya Umar bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawiy
 


(ACF)
TAGs: Inspirasi