Bertemu PM Israel, Yordania menekankan pentingnya menghormati status quo di Masjid Al-Aqsa

N Zaid - Palestina 25/01/2023
Foto: AP
Foto: AP

Oase.id - Raja Yordania Abdullah II menerima kedatangan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, pada Selasa waktu setempat, di Amman. Dalam kesempatan itu, Abdullah menekankan pentingnya menghormati status quo sejarah dan hukum di kompleks Masjid Al-Aqsa.

Raja menekankan perlunya menjaga ketenangan dan menghentikan semua tindakan kekerasan “untuk membuka jalan bagi cakrawala politik bagi proses perdamaian,” kata istana kerajaan dalam sebuah pernyataan.

Dia juga menyerukan diakhirinya tindakan apa pun yang dapat merusak prospek perdamaian.

Saat perjamuan itu, Raja Abdullah menegaskan kembali dukungan teguh Yordania terhadap solusi dua negara, yang menjamin pembentukan negara Palestina merdeka pada tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Konflik klaim kompleks Masjid Al-Aqsa belakangan semakin menyudutkan dunia Islam. Salah satu momen yang memicu kecaman warga Palestina umat Muslim global adalah ketika Menteri keamanan nasional sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir mengunjungi kompleks masjid Al-Aqsa di Yerusalem pada 3 Januari.

Yordania adalah otoritas eksklusif yang mengawasi tempat-tempat suci di Yerusalem, termasuk Masjid Al-Aqsa. Statusnya sebagai wali penjaga, karena keterikatan sejarah panjang Yordania dengan tempat suci tiga agama itu, Islam, Kristen dan Yahudi.

Kerajaan Hashemite Yordania telah menjadi penjaga situs suci Yerusalem sejak 1924 dan mengklaim sebagai penjamin hak beragama Muslim dan Kristen di kota itu. Raja Yordania bahkan secara resmi mendapat gelar Custodian of Holy Sites in Jerusalem.

Kerajaan Hashemite Yordania, sebelum Kerajaan Al-Saud di Arab Saudi berkuasa, adalah pemegang kendali Makkah, Madinah, Yerusalem, hingga Tepi Barat Palestina.

Menurut The Royal Islamic Strategic Studies Centre, Raja Abdullah II sendiri adalah generasi ke-41 keturunan langsung Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Dikutip dari CNN, secara historis, Kerajaan Hashemites telah mempertahankan kedudukan Yerusalem dan menjauhkannya dari pertengkaran politik sejak kota itu menjadi kiblat pertama umat Islam di dunia.

Namun, pada 1967, perang berkobar antara Israel, Mesir, Suriah dan Yordania. Dalam perang ini, Israel berhasil menguasai sejumlah wilayah, termasuk Yerusalem Timur. 

Kemudian pada 1994, Israel dan Yordania menandatangani perjanjian damai. Dalam perjanjian tersebut, Israel secara resmi mengakui peran khusus Yordania untuk melindungi tempat-tempat suci di Yerusalem, mencakup Masjid Al-Aqsa.

Status quo di kompleks tersebut telah terancam dengan upaya berulang kali kelompok Yahudi sayap kanan (banyak di antaranya berhasil) untuk memasuki lapangan terbuka.

Orang Yahudi dilarang berdoa di tempat itu; namun, beberapa sayap kanan Israel menuntut perubahan status quo agama dan ingin diizinkan untuk salat di kompleks Al-Aqsa.

Situs ini juga merupakan rumah bagi Kubah Batu emas yang ikonik, yang dipuja oleh umat Islam sebagai Tempat Suci Mulia (al-Haram al-Sharif) dan oleh orang Yahudi sebagai Temple Mount.

Dalam pertemuan dengan Netanyahu, Raja Abdullah menyatakan perlunya menjaga ketenangan dan menghentikan semua tindakan kekerasan, untuk membuka jalan bagi cakrawala politik bagi proses perdamaian, menyerukan diakhirinya segala tindakan yang dapat merusak prospek perdamaian. 

Yordania sendiri, setelah pada 2018 Amerika Serikat dengan provokatif memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem, dianggap tidak berbuat banyak.

Seorang pengamat, dari Stimson Center yang berbasis di Washington DC, Amer Al Sabaileh bahkan menilai status Yordania sebagai penjaga kota suci Yerusalem hanya sebagai simbol.

"Karena masjid berada di wilayah pendudukan, di mana Israel memutuskan dan mengontrol segalanya, dan itulah sumber masalahnya," ujat peneliti dari Stimson Center yang berbasis di Washington DC, Amer Al Sabaileh, dikutip CNN.


(ACF)
TAGs: Palestina