Tafsir Al-Mishbah: Memaafkan Saudara Bisa Menjadi Tiket Masuk Surga

Sobih AW Adnan - Alquran 02/05/2020
Photo by Cytonn Photography on Unsplash
Photo by Cytonn Photography on Unsplash

Oase.id- Islam mengajarkan manusia agar saling memaafkan. Memberi maaf, tidak cuma bisa menyelesaikan persoalan dan kembali memulihkan suatu hubungan, akan tetapi juga akan mendapatkan pahala dari Allah Swt sebesar kebaikan yang tak pernah terkira sebelumnya.

Selain memaafkan, ungkapan bersyukur atas segala nikmat yang diterima juga menjadi keharusan.

"Makna lain bersyukur adalah menggunakan nikmat dari Allah Swt sesuai dengan tujuan pemberian anugerah tersebut," jelas pakar tafsir Al-Qur'an Prof. KH Muhammad Quraish Shihab dalam program Tafsir Al-Mishbah di Metro TV, Senin, 2 Mei 2020.

 

Syukur dan maaf

Penjelasan Prof Quraish berdasarkan kajiannya pada QS. Al-Jatsiyah: 11-15;


ٱللَّهُ ٱلَّذِى سَخَّرَ لَكُمُ ٱلْبَحْرَ لِتَجْرِىَ ٱلْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِۦ وَلِتَبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِهِۦ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur." (Al-Jatsiyah: 11)

 

Menurut Prof Quraish, Allah Swt telah menganugerahi banyak sekali kenikmatan bagi manusia melalui laut, seisi bumi, langit, dan sebagainya. Manusia dipersilakan sekaligus diperintahkan untuk memanfaatkan semua anugerahnya dengan baik.

Allah Swt, sudah menundukkan segala yang diciptakan-Nya demi kebaikan manusia.

"Yang dimaksud ditundukkan, misalnya, di laut ada hukum-hukum yang ditetapkan Allah Swt sehingga sebuah kapal tidak tenggelam. Meskipun dengan berat berton-ton," kata Pak Quraish. 

Pada ayat selanjutnya, kata Prof Quraish, Allah Swt menekankan agar orang-orang yang beriman memiliki kemudahan dalam memberi maaf.

 

قُل لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ يَغْفِرُوا۟ لِلَّذِينَ لَا يَرْجُونَ أَيَّامَ ٱللَّهِ لِيَجْزِىَ قَوْمًۢا بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

"Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah karena Dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-Jatsiyah: 14)

Baca: Tafsir Al-Mishbah: Beda Kegembiraan di Dunia dan di Surga


"Kepada Nabi Muhammad Saw, Allah Swt menganjurkan memaafkan dan tidak menghiraukan mereka yang menghina Islam, Al-Qur'an, dan diri Nabi. Begitu pun bagi orang-orang beriman, dianjurkan untuk memaafkan mereka yang memiliki kesalahan dalam hal akidah tapi tidak terlalu fatal," kata pendiri Pusat Studi Al-Quran (PSQ) tersebut.

 

Keadilan Allah Swt

Yang perlu digarisbawahi, kata Prof Quraish, ayat itu bukan berarti menjadi dalil bahwa Allah Swt memaafkan seluruh kesalahan mereka yang ingkar.

 

"Memaafkan, sejatinya berbeda dengan kata 'yaghfir' yang digunakan dalam ayat tersebut. Seseorang yang memaafkan berarti menghapus luka di hati, sedangkan 'yaghfir' bermakna menutupi. Bisa jadi, hanya menutupi agar 'luka hati' itu tidak tampak dari luar," kata Pak Quraish.

Dalam konsep pemaafan, seseorang harus mempertimbangkan tempat dan kemaslahatannya. Karena memang, kata Prof Quraish, mereka yang tidak meyakini adanya "hari kemudian" sangat berkemungkinan disebabkan oleh salah faham, ketidak-tahuan, atau dalam keadaan penuh emosi. 

"Untuk itu, Allah Swt memiliki sifat 'Al-Halim', yakni Maha Pemaaf, tapi kata ini juga memiliki makna menangguhkan. Allah Swt menangguhkan balasan bagi beberapa mereka yang ingkar," kata Prof Quraish.

Allah Swt menangguhkan balasan bagi mereka yang tidak mempercayai adanya hari kemudian. 

"Makna 'hari kemudian' itu seperti kita mengucapkan, tunggu harinya atau tunggu tanggal mainnya. Ada sesuatu yang unik di hari tersebut yang bisa berupa kebaikan, maupun hal-hal negatif atau keburukan. Mereka yang tidak mempercayai adanya hari kemudian tidak mengharap dan percaya adanya pahala, pembalasan, maupun surga," kata Pak Quraish.

 

Maaf, hari kemudian, dan surga

Kandungan ayat di atas semacam pengajaran akhlak dari Al-Qur'an untuk orang-orang beriman agar memiliki hati yang lembut dan gemar memberi maaf.

"Jangan pernah berkata, meskipun boleh, 'Aku akan menuntutmu di hari kemudian'. Dia yang dituntut akan mendapat kerugian, tapi apa yang diperoleh dari orang yang menuntutnya, hanya sedikit. Tapi ketika memaafkan, Allah Swt akan memberikan jauh lebih banyak ketimbang apa yang wajar dituntutnya," kata Pak Quraish.

Dalam proses memaafkan, kedua orang yang berselisih akan mendapat keuntungan. Bagi yang dimaafkan, ia terbebas dari dosa, sementara yang memaafkan ia termasuk orang yang beruntung karena telah mampu berbuat suatu kebaikan.

"Tapi, yang lebih untung, tentu yang memaafkan," kata Prof Quraish.

Baca: Tafsir Al-Mishbah: Jerit Putus Asa Para Penghuni Neraka

 

Itulah salah satu contoh keadilan yang dimunculkan dari sikap saling memaafkan. Meskipun, tetap saja, keadilan yang dibangun manusia akan jauh berbeda dengan adil yang ditunjukkan Allah Swt.

"Contoh, ada satu orang ditampar, kemudian ia menuntut menampar balik orang tersebut. Setelah ditampar, itu adalah keadilan. Akan tetapi, tentu yang menerima balasan tamparan merasakan sakit dan rugi. Nah, Allah Swt mempunyai sifat bernama Al-Muqsith atau Maha Adil. Dengan sifat ini, Allah Swt bisa memberikan keadilan dengan tanpa ada satu pihak pun yang merasa dirugikan," terang Prof Quraish.

Prof Quraish menjabarkan konsep Al-Muqsith Allah Swt melalui sebuah kisah bahwa kelak ada orang yang menuntut keadilan atas kezaliman yang dilakukan saudaranya. 

"Satu orang datang kepada Allah Swt. Dia berkata, 'Ya Allah, orang ini telah mengambil harta saya, melukai saya, dan menzalimi saya.' Karena yang menuntut tercatat memiliki kebaikan, maka Allah Swt menjawab, 'Lalu, apa yang kamu tuntut?" kisah Pak Quraish.

Mendapat kesempatan dari Allah Swt, seseorang tersebut memohon agar Allah Swt berkenan memindahkan kebaikan yang pernah dilakukan orang yang menyakitinya dimasukkan ke dalam catatan amalnya, sebaliknya, dosa-dosa yang pernah dilakukannya, agar dialihkan kepada orang zalim tersebut sebagai balasannya.

Mendengar permohonan hamba-Nya itu, Allah Swt menjawab bahwa diri-Nya sangat mudah melakukan hal tersebut. Akan tetapi, Allah Swt malah menunjukkan keindahan yang berada tepat di atas orang yang sedang menuntut itu.

"Allah Swt berkata, 'Kamu lihat keindahan itu?' Lantas, seseorang itu menjawab, 'Ya Allah, keindahan apakah itu? Siapa yang berhak memasukinya?' Allah Swt kembali menjawab, 'Itu adalah surga. Dia berhak dimasuki siapa saja yang membayarnya'," cerita Prof Quraish.

Karena sangat ingin masuk dan menikmati keindahan tersebut, seseorang yang sedang menuntut itu berkata, "Ya Allah, siapa yang bisa membayar dan masuk ke dalamnya?"

Allah menjawab, "Kamu."

"Lalu, orang itu kembali bertanya, 'Dengan apa saya bisa membayar sehingga boleh memasukinya?' Kemudian Allah Swt membalas, 'Maafkan kesalahan saudaramu." jelas Pak Quraish. 


(SBH)
TAGs: Alquran