Sebelum Menikah dengan Sepupu, Simak Dua Nasihat Ini

N Zaid - Hukum Islam Pernikahan Al-Quran 05/07/2022
Pernikahan yang dilarang dalam Islam (Photo by Agung Raharja on Unsplash)
Pernikahan yang dilarang dalam Islam (Photo by Agung Raharja on Unsplash)

Oase.id - Pada sebagian keluarga masalah silaturahmi dengan sanak famili tidak sesederhana di era, mungkin, 90-an  ke atas (80, 70, 60 dst), Di era lampau, umumnya,  sesama kerabat tinggal berdekatan, atau satu kampung.

Zaman sekarang, lebih banyak saudara yang tinggal berjauhan dengan berbagai alasan. Selain itu, kota-kota di Indonesia juga semakin berkembang, sehingga penduduk pun menjadi lebih menyebar.

Jauhnya rumah antara kerabat, membuat juga hubungan kekeluargaan lebih berjarak, dan kurang intim. Ini khususnya dialami generasi yang lebih muda. Belum lagi, karena kesibukan, intentisas pertemuan dengan kerabat semakin jarang.

Bisa jadi pertemuan hanya terjadi satu tahun sekali, atau bahkan belasan tahun baru saling bertemu. Tak heran antara generasi penerus, dalam hubungan persaudaraan, menjadi saling merasa asing atau ‘seperti orang lain’ saat pertama kali bertemu.

Biasanya momen itu terjadi saat Hari Raya Idulfitri atau Lebaran. Di saat-saat seperti ini, momen canggung antara anak biasanya terjadi. Dan bagi remaja dan anak yang sudah dewasa, bisa jadi momen ini menimbulkan problematika khas pemuda-pemudi. Timbul rasa suka dengan sepupu hingga terbit keinginan untuk menikahinya.

Pertanyaan pun muncul. Sebenarnya apakah ‘menikah dengan sepupu sendiri’ dibolehkan dalam hukum Islam? Saat masa Lebaran, banyak yang mencari tahu jawabannya di mesin pencarian Google. Jumlah pencarian kata kunci “menikah dengan sepupu” selalu melonjak di hari-hari momen Idulfitri.

Menikah dengan sepupu menurut Islam

Dalam Islam, sepupu bukanlah mahram sehingga halal atau sah untuk dinikahi. Berbeda dengan yang bertalian nasab langsung seperti, nenek/kakek, orangtua kandung, paman/bibi, anak kandung, keponakan, dan cucu.

Namun demikian terdapat nasihat dari para ulama mengenai pernikahan dengan sepupu. Berikut dua pendapat ustaz mengenai bolehnya menikah dengan sepupu. Namun, umumnya dianjurkan untuk menghindarinya karena alasan tertentu.

1. Ustaz Syafiq Riza Basalamah dalam sebuah ceramah menyatakan bolehnya menikah dengan sepupu. Namun, menganjurkan untuk lebih baik menghindarinya.

"Usahakan cari istri yang bukan dari kerabat. Ibnu Qhudamah rahimahullah ta’ala dalam kitabnya Al-Mughni menjelaskan kenapa kita dianjurkan untuk menikah bukan dengan kerabat? Tetapi kalau Anda punya kerabat seperti misanan, sepupu, engkau nikahi tidak ada masalah. Cuma yang ditakutkan, Ibnu Kudamah menjelaskan, kalau Engkau menikah dengan kerabat lalu nanti ada permasalahan silaturahmi akan putus. Kalau dengan orang lain bila ada masalah, ya sudah selesai ya selesai, tetapi kalau dengan kerabat akan timbul masalah besar,” papar Ustaz Syafiq.

 

2.  Ustaz Buya Yahya ketika ditanya tentang “bolehkan menikah dengan anak dari paman?” menjawab bahwa menikah dengan sepupu hukumnya diperbolehkan dalam agama.

Selagi hanya kasusnya sebagai sepupu saja, maka sepupu adalah orang yang boleh dinikahi, selagi tidak ada (berbenturan dengan) larangan yang lainnya (seperti sepupu namun sepersusuan).

“Ada sepupu, semula (hukum asalnya) boleh, tetapi sepupu anak susuan. Jadi tidak diperkenankan,” ujar Buya.

Sepupu boleh dinikahi, Tetapi imbauannya dalam agama  kalau menikah jangan terlalu dekat sekali. Sepupu dianggap teramat dekat sekali. Tetapi tidak dilarang.

“Intinya sah. Menikah dengan sepupu adalah boleh asal tidak ada kemahraman yang lainnya. Akan tetapi tetap diimbau menikah dengan yang (hubungan kerabat) jauh lagi. Tetapi kalau dengan dia (sepupu) tidak apa-apa. Misal, dia baik, soleh dan seterusnya, ambil. Menikahlah dengan dia (sepupu). Wallahu a'lam bish-shawa, ” kata Buya Yahya.

 

Dalil bolehnya menikah dengan sepupu

Dalil diperbolehkannya seseorang menikah dengan sepupu tercantum dalam Al-Quran Surah ke-33 (Al-Ahzab) ayat 50 di mana Allah subhanahu wa ta a’la berfirman:

Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang engkau miliki, termasuk apa yang engkau peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersamamu, dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi ingin menikahinya, sebagai kekhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki agar tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Saudara yang tidak boleh dinikahi menurut syariat Islam

Ada pun Islam menjelaskan secara rinci  tentang pernikahan yang diharamkan, terutama dalam kasus ‘pernikahan antara dua orang yang masih bertalian kerabat seperti di  Al-Quran, Surah An-Nisa ayat 23 yang bunyinya:

Diharamkan bagi kalian menikahi (1) ibu-ibu kalian; (2) anak-anak perempuan kalian; (3) saudara-saudara perempuan kalian; (4) bibi-bibi dari jalur ayah kalian; (5) bibi-bibi dari jalur ibu kalian; (6) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki kalian; (7) anak-anak perempuan dari saudara perempuan kalian; (8) ibu-ibu susuan kalian; (9) saudara-saudara perempuan kalian dari satu susuan; (10) ibu-ibu dari para istri kalian; (11) anak-anak tiri kalian yang dalam perawatan kalian dari para istri yang telah kalian setubuhi, bila kalian belum menyetubuhinya, maka tidak ada dosa bagi kalian untuk menikahi anak tiri kalian dari mereka; (12) para istri dari anak laki-laki kalian yang dari anak kandung kalian (bukan anak adopsi); dan (13) diharamkan bagi kalian mengumpulkan dua saudara perempuan dalam satu pernikahan; kecuali pernikahan terhadap para perempuan tersebut pada zaman Jahiliyah yang telah lewat. Sungguh Allah adalah Zat yang Maha Mengampuni dan Maha Pengasih.” (An-Nisa’ ayat 23).


(ACF)