Ini Bukti Islam Datang Memuliakan Kaum Perempuan

N Zaid - Perempuan muslim 14/07/2022
Ilustrasi: Unsplash
Ilustrasi: Unsplash

Oase.id - Sebelum Islam datang banyak ketidakteraturan dalam kehidupan bangsa Arab, yang membuat tatanan masyarakatnya rusak. Salah satu fenomena yang paling mencolok adalah kedudukan wanita yang hina dan tertindas di zaman itu. Ini disebabkan budaya Arab saat itu condong menihilkan penghargaan kepada Wanita.

Tidak heran bila zaman itu disebut Arab jahiliah.  Masyarakat yang hidup dalam kebodohan, tidak tahu petunjuk Illahi. Banyak praktik budaya Arab jahiliah  yang menindas kaum Wanita. Salah satu contohnya adalah bagaimana Wanita tidak memiliki hak sedikit pun mengungkapkan pikirannya dalam seluruh permasalahan hidupnya. 

Seperti dituliskan dalam buku “Mereka Para Shahabiyat: Kisah-Kisah Wanita Menakubkan yang Belum Pernah Tertandingi Hingga Saat Ini”,  budaya Arab Jahiliah tidak mengenal hak warisan untuk perempuan kecuali yang memanggul pedang dan menjaga negara.  Bahkan seorang anak berhak melarang janda dari ayahnya untuk menikah. Seorang Ibu pun harus memberikan kepada anaknya apa yang telah diambil dari suaminya. Kecuali, anak itu memberikannya. 

Dalam budaya Arab Jahiliah, seorang anak pun dapat menikahi ibunya. Jika tidak, anak laki-laki itu yang memiliki kekuasaan kepada siapa ibunya itu akan menikah.  Dan bila seorang ibu menikah dengan orang lain, maharnya pun diserahkan kepada anak laki-lakinya, bukan kepada ibunya. 

Di Arab jahiliah tidak ada batasan bagi seseorang pria untuk menikah. Berapa pun jumlah istrinya sah-sah saja. Tidak ada pula batasan melontarkan kalimat cerai. 

 Sebab itu hinanya kedudukan Wanita di kalangan Bangsa Arab sebelum Islam datang,  masyarakat Arab jahiliah menganggap memiliki anak perempuan adalah aib. karena anak perempuan itu tidak dapat membantu dalam peperangan, dan bila kalah perang, mereka menjadi barang rampasan. Intinya di masyarakat Arab jahiliah sebelum Islam masuk dan memuliakan kaum perempuan, kedudukan perempuan tidal lebih seperti barang. 

A-Quran mengisahkan kondisi itu dalam surat An-Nahl 58-59:  
58                                                        وَاِذَا بُشِّرَ اَحَدُهُمۡ بِالۡاُنۡثٰى ظَلَّ وَجۡهُهٗ مُسۡوَدًّا وَّهُوَ كَظِيۡمٌ‌ۚ
Wa izaa bushshira ahaduhum bil unsaa zalla wajhuhuu muswaddanw wa huwa kaziim

Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah.

59 يَتَوَارٰى مِنَ الۡقَوۡمِ مِنۡ سُوۡۤءِ مَا بُشِّرَ بِهٖ ؕ اَيُمۡسِكُهٗ عَلٰى هُوۡنٍ اَمۡ يَدُسُّهٗ فِى التُّـرَابِ‌ ؕ اَلَ سَآءَ مَا يَحۡكُمُوۡنَ
yatawaaraa minal qawmimin suuu'i maa bushshira bih; a-yumsikuhuu 'alaa huunin am yadussuhuu fit turaab; alaa saaa'a maa yahkumuun

Dia bersembunyi dari orang banyak, disebabkan kabar buruk yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu.

Dalam Shahih Al Bukhari dan yang lain Ummul Mukminin Aisyah radiyallahu anha menjelaskan keadaan budaya Arab jahiliah terkait perkawinan. Menurutnya di zaman Arab sebelum Islam, pernikahan ada empat macam.

Pertama, sebagaimana nikahnya orang-orang sekarang, yakni seorang laki-laki melamar anak orang lain kemudian memberikam hmahar dan menikahinya. 

Kedua, seseorang mengatakan kepada  istrinya setelah  suci dari haidh, ‘Datanglah kepada fulan (biasanya seorang bangsawan) dan mintalah untuk digauli. Kemudian suaminya menjauhinya (tidak menggaulinya), sehingga jelas apakah istrinya telah hamil dari laki-laki lain tadi, apabila jelas tandanya bahwa istri sudah hamil, barulah suami menggahulinya jika ingin.  Tujuan dari perbuatan itu semata-mata karena ingin mendapatkan anak yang berketurunan bangsawan.  Nikah semacam ini disebut ‘nikah istibdha’.

Ketiga,  sekelompok laki-laki yang berjumlah kurang dari 10, seluruhnya menggauli seorang Wanita yang sama. Kemudian tatkala dia hamil dan melahirkan dan berlalu beberapa malam setelah melahirkan, maka Wanita itu memanggil para laki-laki tersebut dan mereka tidak kuasa menolaknya.  Sehingga apabila mereka berkumpul di depan wanita tersebut, wanita itu berkata, ‘Kalian telah mengetahui apa yang kalian perbuat terhadapku, dan kini aku telah melahirkan, ini adalah anakmu wahai fulan..’ dia menebut seorang yang dia sukai di antara laki-laki tersebut, kemudian dia menyerahkan anak itu kepada laki-laki yang dia tunjuk.

Keempat, sekelompok laki-laki menggauli satu wanita yang tidak menolak siapa pun yang menggauli dirinya. Mereka adalah pelacur yang mana mereka memasang pada pintu mereka sebuah tanda pengenal bagi siapa yang ingin menggaulinya. Manakala dia hamil dan kemudian melahirkan, maka dipanggilah mereka yang telah menggaulinya seluruhnya, kemudian anak tersebut diserahkan kepada orang yang dia anggap paling mirip dengannya sedangkan dia tidak kuasa menolak. 

Inilah bukti-bukti kerusakan hebat dalam budaya Arab jahiliah. Islam pun masuk. Tidak seperti pendapat para orientalis dan kalangan liberalis yang mengatakan Islam menjadi pengekang perempuan, kehadiran Islam dengan petunjuk Allah yang dibawa Rasulullah ﷺ telah mengangkat harkat martabat wanita secara hakiki, bukan kebebasan palsu seperti yang dipromosikan Barat. 


(ACF)